Berbagai Event Internasional di NTB, Mampu Bangkitkan Okupansi Hotel & Restoran.

Sektor pariwisata adalah sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19. Namun demikian, sejak tahun 2021 atau sejak diselenggarakanya event WSBK okupansi hotel meningkat.
“Adanya event-event internasional yang berlangsung di NTB dapat membangkitkan okupansi hotel dan restoran yang pada akhirnya turut membantu dalam peningkatan pendapatan,” ungkap Ketua BPD PHRI NTB Ketut Wolini saat menjadi narasumber pada kegiatan Forum Komunikasi Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri dan Luar Negeri yang dilaksanakan secara virtual diikuti oleh 75 orang peserta dari berbagai sektor pada Kamis, (08/09/2022).
Wolini menyampaikan jumlah hotel di NTB sebanyak 1,809 dengan jumlah kamar 20 ribu lebih kamar dan jumlah tenaga kerja yang direkrut 19.923 orang. Data ini belum termasuk hotel di 3 Gili (Gili Trawangan, Air dan Meno).
Ia juga menyebut bahwa okupansi hotel di gili belum merata. Masih banyak hotel khususnya di kawasan 3 gili yang tutup akibat covid sehingga kekurangan modal. “Karena itu kami mohon agar pemerintah memperhatikan tenaga kerja di gili,” harap Wolini, seraya menegaskan bahwa hingga saat ini masih ada sejumlah hotel, khususnya di gili yang belum sepenuhnya bisa beroperasi secara penuh, tetapi menggunakan sistem shift/1-2 minggu sekali akibat adanya penurunan jumlah tamu.
Direktur Bina Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Kemnaker RI Dr. Nora Kartika Setyaningrum, SE, M.Si., memuji dan mengapresiasi Pemerintah Provinsi NTB khususnya Disnakertrans Provinsi NTB karena selalu aktif mengadakan dan ikut berpartisipasi pada kegiatan yang diadakan Pemerintah Pusat dalam rangka peningkatan kualitas Ketenagakerjaan. “Terbukti IPK NTB meningkat tajam”, pujinya.
Nora memaparkan data sensus penduduk Indonesia tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia sekitar 274 juta dengan jumlah usia kerja sekitar 208,54 juta. Penduduk yang bekerja sebanyak 135,61 juta (94,17%), penduduk tidak bekerja ada 8,40 juta (5,82%).
“Penduduk tidak bekerja inilah yang masuk dalam kategori pengangguran terbuka. Angka 8 juta orang bukan angka yang sedikit,” kata Nora.
Dunia kerja saat ini mengalami kondisi yang dinamis akibat adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat dan pendemi covid-19. Kondisi ini bisa dianggap sebagai tantangan, peluang atau tawaran solusi.
“Jumlah pengangguran terbuka meningkat cukup signifikan akibat adanya pandemi covid-19. Pandemi covid, kemajuan teknologi dan berbagai fenomena yang terjadi menjadi tantangan dalam dunia ketenagakerjaan,” terang Nora.
Menurutnya, Salah satu tantangan ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia yaitu bonus demografi.
Saat ini jumlah penduduk usia produktif didominasi oleh anak-anak yang biasa disebut kaum milenial atau generasi Y dan Z. Kaum milenial ini memandang hidup lebih fleksibel, berbeda dengan generasi sebelumnya yang menjalani hidup penuh dengan kekakuan.
Adanya perbedaan generasi ini membuat pemerintah harus lebih peka dalam melakukaan pemetaan tren pekerjaan ke depan. “Supply tenaga kerja berubah karena generasi. Demand pekerjaan berubah karena revolusi industri. Karena itu jurusan yang tidak laku harus ditutup diganti dengan yang dibutuhkan,” imbau Nora.
Di sisi lain, masih adanya mismatch vertikal dan horizontal. Mismatch vertikal terjadi ketika seseorang bekerja tidak sesuai dengan level pendidikannya. Kalau mismatch horizontal ketidakcocokan antara latar belakang pendidikan dan pekerjaan, jelas Nora.
Selama ini kegiatan job fair dengan format lama kurang memberikan hasil maksimal. Karena tidak terjadi link and match antara kebutuhan dunia industri dengan kompetensi yang dimiliki pencari kerja (pencaker). Jadi tidak match dengan kebutuhan dunia industri.
“Segera lakukan pendataan mana saja Satuan Pendidikan dan LPK yang belum memiliki bursa kerja khusus dan pengantar kerja. Lengkapi datanya, ajukan, dan segera dilakukan bimtek pengantar kerja. Karena pengantar kerja harus mampu menggali potensi diri pekerja yang dilayaninya,” imbau Nora.
Terakhir Nora mengingatkan bahwa Pemerintah dan Perusahaan wajib mempekerjakan 2% penyandang disabilitas sebagai pelaksanaan amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan sesuai ketentuan PP No 60/2020 tentang Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H saat membuka kegiatan itu mengungkapkan angka TPT NTB lebih kecil dari angka TPT Nasional. Data angkatan kerja di NTB Februari 2022 sebanyak 2,78 juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,92 persen, turun 0,05 persen poin dibandingkan dengan Februari 2021. Artinya masih ada 109 ribu pengangguran di NTB ini. Dari 2,78 juta orang yang bekerja, porsi paling besar yang bekerja adalah tamatan SMP ke bawah. Sementara yang pengangguran kebanyakan tamatan SMK.
“Ini sangat ironi karena tamatan SMK yang justru digadang-gadang untuk bisa langsung bekerja malah mengganggur. Karena itu sudah merupakan tugas dan fungsi seluruh stakeholders terkait untuk mengevaluasi dan memperbaiki hal ini,” ujar Aryadi.
Menurut mantan Kadis Kominfotik tersebut, ada 3 aspek yang perlu dilakukan, yaitu pertama: mempersiapkan SDM yang kompeten sesuai dengan kebutuhan industri. Kedua, agar SDM bisa terserap di dunia industri, maka pemerintah wajib mendorong investasi yang bisa menciptakan peluang kerja. Ketiga, bagaimana menjamin hubungan industrial yang harmonis dan kondusif.
“Kalau kita lihat peluang kerja lokal saat ini, NTB mempunyai dua sektor unggulan. Yaitu sektor pariwisata di Pulau Lombok dengan adanya kawasan DSP KEK Mandalika dan sektor pertambangan di Pulau Sumbawa,” tutur Aryadi.
Pengembangan kedua sektor ini akan menimbulkan industri turunan lainnya, termasuk transportasi, makanan, engineering, kesehatan dan sebagainya. Karena itu, ini merupakan peluang yang sangat baik untuk bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja NTB.
“Kita berharap perusahaan-perusahaan di lokasi tersebut mau memanfaat SDM lokal sehingga adanya investasi dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya,” harap Aryadi.
Sayangnya link and match tenaga kerja belum sejalan dengan kebutuhan industri. Disnakertrans harus berkolaborasi dengan berbagai stakeholders dan harus lebih progresif dalam mengedukasi pencaker sehingga pencaker bisa membaca lowongan dan menyiapkan dirinya sesuai dengan kebutuhan ke depan.
Oleh karena itu, pemetaan tentang skill yang dibutuhkan di dunia industri perlu dilakukan dan calon tenaga kerja perlu dilatih skillnya agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan.
“Yang tak kalah penting adalah menyiapkan calon tenaga kerja agar bisa mengakses setiap peluang dan kesempatan kerja yang ada baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Aryadi.
Salah satu peluang kerja dalam negeri yang menjadi program pemerintah adalah AKAD (Antar Kerja Antar Daerah). NTB menjadi salah satu Provinsi yang mendapatkan program AKAD dari pusat dan telah memberangkatkan 200 orang ke Kalimantan untuk bekerja di ladang Sawit.
“Orang NTB sangat terkenal di Malaysia piawai dalam bekerja di ladang sawit. Oleh karena itu, sangat tepat bila kami di NTB ini terus disupport dalam program AKAD ini,” tutup Aryadi.
Sekretaris Mandalika Hotel Associations (MHA) Rata Wijaya memaparkan tentang pengembangan pariwisata sebagai leading sector di KEK Mandalika yang membawa multiflyer effect, tidak hanya menciptakan peluang kerja, namun juga berbagai peluang bisnis dan investasi.
“Prospek ke depan akan terus naik. Pada saat pandemi Covid-19 saja, hotel di Mandalika tumbuh sekitar 20 hotel dan semaking meningkat sejak event WSBK dan MotoGP Mandalika bulan Februari lalu,” ujarnya.
Meski begitu, menurut pria yang juga GM TWA Bukit Tunak itu ada beberapa tantangan ketenagakerjaan dalam sektor Pariwisata. Antara lain serapan tenaga kerja lokal yang masih terbatas.
“Tenaga kerja lokal lebih banyak dimanfaatkan pada level buruh, sedangkan untuk tenaga kerja profesional lebih didominasi oleh tenaga kerja dari luar daerah bahkan luar negeri,” ungkap Rata.
Hal ini dikarenakan tenaga lokal masih seringkali diunderestimate karena kurangnya pengalaman kerja. Selain itu lowongan kerja masih terbatas di entry level.
Oleh karena itu, pentingnya pelatihan untuk calon tenaga kerja agar memiliki skill sesuai kebutuhan dunia industri dan mampu bersaing dengan tenaga kerja luar. Selain itu, ia juga menyarankan agar harus ada kontrol kuat terhadap mekanisme rekrutmen untuk memberikan peluang sebesar-besarnya kepada putra/putri daerah.