Disnakertrans ajak ABUJABI pikirkan kesejahteraan Security dan Keluarganya.

Dalam rangka koordinasi, pengawasan, bimbingan teknis, serta sinergitas Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., secara resmi membuka kegiatan Rapat Koordinasi Daerah (RAKORDA) yang diselenggarakan oleh Badan Pengurus Daerah Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (BPD ABUJAPI) NTB Tahun 2025 di Puri Indah Hotel Mataram, Kamis (30/01/2025).
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Direktur Binmas Polda NTB, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, serta 40 Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), baik secara daring maupun luring, dari total 60 perusahaan yang beroperasi di NTB.
Dalam sambutannya, Kadisnakertrans NTB menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara seluruh pemangku kepentingan dalam membangun NTB, khususnya dalam sektor jasa pengamanan. Terlebih jumlah tenaga sekuriti di NTB mencapai 12.000 yang tersebar di berbagai sektor, mulai dari perhotelan, perbankan, perkantoran, properti, industri, hingga perkebunan.
“Menjadi tenaga sekuriti itu tidak mudah. Profesi ini memiliki risiko kerja yang tinggi. Sayangnya, hal ini tidak selalu diimbangi dengan kesejahteraan dan upah yang layak. Saya mengajak kita semua harus memikirkan kesejahteraan security dan keluarganya,” ungkap Aryadi.
Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa seluruh tenaga sekuriti mendapatkan perlindungan, baik dalam aspek hubungan kerja, keselamatan kerja, maupun jaminan sosial. Ini penting untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis, adil, dan dinamis.
Aryadi menjelaskan bahwa dalam hubungan industrial, terdapat dua jenis regulasi yang harus dipatuhi oleh perusahaan, yakni peraturan pemerintah yang dikeluarkan oleh negara, termasuk undang-undang ketenagakerjaan yang saat ini masih dalam masa transisi untuk dipisahkan dari UU Cipta Kerja, serta peraturan otonom yang dibuat oleh masing-masing perusahaan atau asosiasi, seperti SOP, etika kerja, dan regulasi internal.
“Undang-undang ketenagakerjaan harus menjadi pedoman utama, sementara aturan internal perusahaan atau asosiasi tidak boleh bertentangan dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” tegasnya.
Salah satu isu krusial yang dibahas dalam Rakorda ini adalah kebijakan upah bagi tenaga pengamanan. Aryadi menyoroti pentingnya penerapan upah yang adil berdasarkan kompetensi dan pengalaman kerja.
Ia menjelaskan bahwa penetapan upah minimum merupakan kebijakan negara yang untuk tahun 2025 telah ditetapkan langsung oleh Presiden. Namun, daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan upah minimum sektoral bagi sektor yang memiliki risiko tinggi, termasuk tenaga sekuriti.
Aryadi mengungkapkan bahwa saat ini, NTB belum pernah menetapkan upah minimum sektoral. Padahal, jika disepakati dan memenuhi syarat, tenaga sekuriti bisa mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan UMP atau UMK.
“Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Jika ada tenaga sekuriti yang telah bekerja lebih dari lima tahun tetapi masih menerima upah minimum, maka perusahaan harus menerapkan Struktur Skala Upah (SUSU) agar upahnya meningkat seiring pengalaman dan kompetensinya,” jelas Aryadi.
Ia juga membuka peluang bagi ABUJAPI untuk mengusulkan penerapan upah minimum sektoral bagi tenaga sekuriti di NTB, mengingat tingginya risiko pekerjaan di bidang ini.
“Kita bisa kaji bersama, apakah tenaga sekuriti termasuk dalam kategori pekerjaan dengan risiko tinggi sehingga layak mendapatkan upah minimum sektoral yang lebih tinggi dari upah minimum provinsi atau kabupaten/kota,” tambahnya.
Terkait jaminan sosial, Aryadi menegaskan bahwa seluruh perusahaan yang mempekerjakan tenaga pengamanan wajib mendaftarkan karyawannya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan.
Ia mencontohkan adanya kasus perusahaan outsourcing yang telah menerima pembayaran jaminan sosial dari perusahaan pengguna tetapi tidak menyetorkannya.
Untuk mencegah kasus serupa, Aryadi menyarankan agar ABUJAPI membuat regulasi internal yang lebih ketat. Ia juga menekankan agar ABUJAPI NTB memastikan bahwa seluruh anggotanya menaati regulasi ini demi melindungi tenaga pengamanan dari risiko kecelakaan kerja serta menjamin perlindungan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya.
Menanggapi isu bahwa perkembangan teknologi bisa menggantikan tenaga sekuriti, ia menilai bahwa peran sekuriti tidak akan berkurang, melainkan akan bertransformasi.
“Ke depan, tenaga sekuriti harus dilengkapi dengan kemampuan dalam mengoperasikan perangkat teknologi keamanan. Ini akan meningkatkan profesionalisme mereka dan menjadikan mereka lebih kompetitif di dunia kerja. Dengan begitu, mereka layak mendapatkan upah yang lebih baik sesuai dengan kompetensinya,” jelas Aryadi.
Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kompetensi bagi tenaga sekuriti dalam mengoperasikan teknologi keamanan modern. Aryadi mendorong ABUJAPI dan perusahaan jasa pengamanan untuk menyediakan pelatihan yang berkelanjutan bagi tenaga sekuriti guna meningkatkan kompetensi dan daya saing mereka di industri.
Sebagai penutup, Kadisnakertrans NTB berharap agar Rakorda ini dapat menghasilkan kesepakatan konkret dalam meningkatkan kualitas tenaga pengamanan serta memperkuat hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan.
“Jika tenaga kerja sejahtera, maka perusahaan juga akan berkembang dengan baik. Mari kita jalankan aturan yang ada, tingkatkan kualitas tenaga kerja, dan ciptakan lingkungan kerja yang aman serta produktif,” tutup Aryadi.