Disnakertrans Ajak Pengusaha & Pekerja Kedepankan upaya Preventif & dialog .
Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen. PHI JSK) melaksanakan kegiatan Edukasi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial perusahaan BUMN/BUMD di Hotel Holiday Resort, Rabu (15/03/2023).
Kegiatan untuk meningkatkan wawasan tentang bagaimana menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini diikuti oleh 40 orang peserta yang terdiri dari serikat pekerja/buruh, manajemen perusahaan BUMN/BUMD, serta mediator.
Kadisnakertrans NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H dalam sambutan pembukaannya mengungkapkan hubungan industrial menjadi salah satu indikator kinerja utama di bidang ketenagakerjaan. Aryadi menyebutkan mediator dan petugas ketenagakerjaan serta asosiasi perusahaan dan Serikat Pekerja harus mengambil inisiatif dan menjadi pioneer dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan.
“Langkah-langkah preventif dan inovatif perlu jadi prioritas, sehingga perselisihan bisa dihindari,” tegasnya.
Menurutnya, ada dua hal penting yang perlu dipersiapkan dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. Untuk bisa melakukan langkah preventif, maka semua pihak harus memiliki pengetahuan informasi dan wawasan tentang dunia kerja/dunia industri (DuDI). Pengusaha harus paham bagaimana ketika membangun badan usaha, syarat-syarat apa yang harus dipenuhi. Kewajiban apa yang harus dipenuhi dan hak apa yang akan didapatkan.
Begitu juga pekerja, harus dipersiapkan dengan baik sebelum masuk ke dunia kerja, sehingga bisa jadi pekerja yang baik yang dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta mengerti tentang hak dan kewajibannya.
Dalam mempersiapkan kedua hal ini perlu ada kolaborasi dari semua pihak. Pemberi kerja (pengusaha), pekerja, dan pemerintah perlu terlibat aktif dalam memfasilitasi agar hubungan industrial dapat berjalan harmonis. Perusahaan tidak akan berjalan dengan baik jika pekerja tidak mempunyai kompetensi dan pekerja tidak bisa bekerja atau mendapatkan gaji/upah yang sesuai jika perusahaan tidak berjalan dengan baik.
“Hubungan ini harus diciptakan saling mendukung, saling bergantung, dan saling melindungi. Pekerja harus memiliki komitmen untuk bekerja dengan baik dan berkontribusi mendatangkan manfaat pagi perusahaan. Perusahaan pun harus berkomitmen untuk melindungi dan mensejahterakan pekerjanya,” tutur Aryadi.
Aryadi kembali mengingatkan bahwa konsep atau mindset yang terpenting tentang hubungan industrial adalah bagaimana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, adil dan berkesinambungan dengan melakukan langkah-langkah pencegahan agar jangan sampai terjadi perselisihan antara pemberi kerja dan pekerja. Peran pemerintah pun tidak kalah penting, karena pemerintah hadir untuk memfasilitasi kedua belah pihak yang berselisih dan membuat regulasi untuk mengatur hubungan industrial yang harmonis.
“Pemerintah punya tanggung jawab besar bagaimana membuat investasi maju agar daerahnya maju, sementara pengusaha bisa maju ketika pekerjanya mengerti hak dan kewajibannya. Meski perusahaan besar, belum tentu tahu ketentuan dan bisa menerapkannya. Tanpa pemahaman tentang hak dan kewajiban yang baik dari kedua pihak, maka akan sangat mungkin terjadi perselisihan,” Ujar Kadisnakertrans NTB.
Aryadi berharap mediator yang menjadi salah satu garda terdepan dalam mencegah terjadinya perselisihan hubungan industrial terus melakukan upgrading pengetahuan dan memberikan sosialisasi serta edukasi tentang hubungan industrial baik kepada pemberi kerja dan juga pekerja. Seringkali perselisihan hubungan industrial terjadi karena faktor komunikasi yang tidak berjalan dengan baik dan terbatasnya pengetahuan tentang regulasi sehingga terjadi benturan antara pemberi kerja dan pekerja.
Guna meminimalisir terjadinya perselisihan Hubungan Industrial tersebut, maka menurut Aryadi pendekatan preventif harus dikedepankan. Diantaranya pemberi kerja dan pekerja harus lebih intens membangun komunikasi, dialog dan silahturahmi.
“Dengan cara ini tentu banyak hal bisa diselesaikan, karena terbangunnya semangat persaudaraan akan mendorong lahirnya semangat korps dan komitmen mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan dan tidak harus bersengketa di ruang sidang pengadilan,” pungkasnya.