Disnakertrans: dukung disabilitas, perlu disiapkan fasilitas dan skill kerja.
Sebagai wujud implementasi Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas, Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB melaksanakan Forum Komunikasi Unit Layanan Disabilitas (ULD) NTB untuk memastikan inklusivitas bagi penyandang disabilitas di Aston Inn Hotel – Mataram, Rabu (17/07/2024).
Kegiatan ini diikuti oleh 75 orang peserta yang terdiri dari perwakilan Disnaker Kab/Kota, Bappeda Kab/Kota Provinsi NTB, dan perusahaan dari berbagai sektor seperti perhotelan, retail, jasa keuangan, otomotif, konstruksi, transportasi, dan makanan minuman. Adapun narasumber pada kegiatan tersebut berasal dari BAPPEDA, DPP APINDO, dan perwakilan perusahaan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., MH, dalam sambutannya menyampaikan bahwa penerapan UU No. 8 Tahun 2016 masih tergolong jauh dari harapan. Ia menekankan pentingnya peningkatan sarana dan prasarana untuk mendukung penyandang disabilitas, seperti unit layanan, transportasi, komunikasi, serta layanan rekrutmen, pelatihan, dan insentif.
“Tantangan ke depan adalah tren globalisasi dan kemajuan teknologi yang memungkinkan penyandang disabilitas bekerja dari jarak jauh menggunakan teknologi,” ujarnya.
Aryadi mengungkapkan bahwa tahun 2022 lalu, Disnakertrans Prov. NTB telah meluncurkan ULD sebagai pusat layanan informasi kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, yang diresmikan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziyah.
“ULD ini diharapkan dapat membantu penyandang disabilitas dalam memperoleh informasi dan peningkatan keterampilan untuk bersaing di dunia kerja, serta mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja dan usaha,” ujar Aryadi.
Aryadi menjelaskan bahwa pada tahun 2022, ULD Disnakertrans NTB baru merekrut satu tenaga kerja disabilitas dengan kompetensi sarjana IT sebagai tenaga administrasi non-ASN di Disnakertrans Provinsi NTB.
“Untuk memberikan kesempatan kerja yang sama kepada penyandang disabilitas, selain membentuk ULD, diperlukan persiapan SDM penyandang disabilitas dari sisi keterampilan dan pendidikan,” tegasnya.
Oleh karena itu, Aryadi menekankan pentingnya keterlibatan, kolaborasi, dan dukungan nyata dari seluruh pembuat kebijakan, instansi, dan organisasi terkait lainnya untuk menyiapkan penyandang disabilitas memasuki dunia kerja baik dari sisi kompetensi, pendidikan, mental, dan informasi.
“Mari Disnaker dan Bappeda di Kabupaten/Kota lainnya untuk terus mendorong terbentuknya ULD agar penyandang disabilitas yang berada di Kabupaten/Kota bisa mendapatkan pelayanan informasi ketenagakerjaan tanpa harus ke Provinsi,” imbau Aryadi.
Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi NTB, terdapat 28.652 jiwa penyandang disabilitas dengan tingkat disabilitas yang beragam. Sebagian besar penyandang disabilitas kategori ringan dan sedang dapat bekerja pada jenis-jenis pekerjaan tertentu.
Aryadi menegaskan bahwa meskipun ada penyandang disabilitas yang mungkin tidak bisa bekerja, pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus menjalankan norma dan komitmen negara untuk menampung dan memberdayakan penyandang disabilitas. Sementara bagi yang bisa bekerja, pemerintah harus memberikan akses kepada mereka sehingga mereka bisa berkontribusi dan menunaikan hak serta kewajibannya dengan baik.
“Proses perencanaan pelayanan disabilitas harus memperhatikan aspek-aspek ini. Semoga kita semua memiliki komitmen yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsi unit layanan disabilitas,” ucapnya.
Aryadi juga menyoroti tentang Perpres Nomor 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan yang mewajibkan pemberi kerja di dunia industri memberikan informasi pekerjaan melalui satu sistem kepada pemerintah. Perpres ini mengharuskan perusahaan mempekerjakan 2% warga disabilitas dari jumlah pekerja di perusahaan masing-masing.
Meskipun jumlah perusahaan yang menerapkan ini masih tergolong sedikit, namun Aryadi terus memberikan apresiasi kepada perusahaan-perusahaan yang sudah proaktif mempekerjakan warga disabilitas, seperti Alfamart Contohnya.
“Langkah-langkah seperti yang dilakukan oleh Alfamart dan perusahaan lainnya adalah contoh nyata dari komitmen untuk menciptakan inklusivitas di tempat kerja. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak perusahaan yang perlu diedukasi dan diajak untuk ikut serta dalam inisiatif ini,” ujar Aryadi.
Lebih lanjut, Aryadi menjelaskan bahwa Disnakertrans NTB juga telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk memastikan bahwa lingkungan kerja mereka ramah disabilitas.
“Kami melakukan sosialisasi dan memberikan panduan kepada perusahaan tentang bagaimana menciptakan tempat kerja yang inklusif, mulai dari penyesuaian fisik di tempat kerja hingga pelatihan bagi karyawan non-disabilitas untuk memahami dan mendukung rekan kerja mereka yang penyandang disabilitas,” jelasnya.
Di samping itu, pemerintah provinsi juga berencana untuk memperkuat regulasi terkait ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas melalui penyusunan Peraturan Daerah (Perda) yang lebih komprehensif. Aryadi menjelaskan bahwa Disnakertrans NTB saat ini bersama DPRD sedang memproses penyusunan Perda tentang ketenagakerjaan, di mana salah satu aspek yang diatur adalah masalah tenaga kerja disabilitas. Hal ini mencakup perencanaan ketenagakerjaan, penyiapan angkatan kerja (termasuk disabilitas), penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja hingga perlindungan pada ketenagakerjaan, termasuk pekerja rentan dan pekerja bukan penerima upah.
“Perda ini akan mengatur berbagai aspek ketenagakerjaan hingga perlindungan hak-hak penyandang disabilitas di tempat kerja. Kami ingin memastikan bahwa semua pihak mematuhi standar yang telah ditetapkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif,” tutur Aryadi.
Menurutnya tantangan paling besar yang harus dihadapi adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inklusivitas. Aryadi menekankan perlunya kampanye edukasi yang berkelanjutan.
“Kami perlu mengubah pandangan masyarakat terhadap penyandang disabilitas. Mereka harus dipandang sebagai individu yang memiliki potensi dan kontribusi yang berharga bagi masyarakat dan ekonomi. Kampanye edukasi ini harus menyasar semua lapisan masyarakat, mulai dari sekolah, komunitas, hingga tempat kerja,” tegasnya.
Hal Ini tentunya membutuhkan keterlibatan dan kolaborasi semua pihak. Kolaborasi ini tidak hanya penting untuk memastikan penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama di dunia kerja, tetapi juga untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman.
Terakhir, Aryadi berharap Forum Komunikasi ULD NTB ini dapat menjadi momentum penting bagi semua pihak terkait untuk terus memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas, memastikan mereka mendapatkan kesempatan yang sama di dunia kerja, dan menjadikan NTB sebagai provinsi yang inklusif dan ramah disabilitas. Dengan dukungan dan komitmen yang kuat dari semua pihak, harapan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas akan semakin nyata.
“Kolaborasi dan dukungan antar stakeholder terkait sangat diperlukan. Peran pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pionir dalam penyiapan angkatan kerja sangat penting agar investasi yang hadir bisa dirasakan oleh warga disabilitas juga,” tutupnya.