Disnakertrans Paparkan Strategi Tingkatkan penyerapan lulusan SMK & LPK di DuDi
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H., hadir sebagai pembicara pada Rapat Koordinasi Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi di NTB yang diinisiasi oleh Bappeda Provinsi NTB. Kegiatan ini dilaksanakan untuk merumuskan strategi dan kebijakan dalam meningkatkan kualitas lulusan SMK, sehingga mampu meningkatkan penyerapan lulusan SMK di Provinsi NTB. Acara tersebut diadakan di ruang rapat Bappeda pada Kamis (18/07/2024).
Berbagai instansi dan organisasi terkait turut hadir dalam kegiatan tersebut, termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Perwakilan Sekolah Kejuruan, BPVP, Kadin, serta BKK Universitas dan BKK Sekolah.
Dalam paparannya, Aryadi mengungkapkan bahwa terdapat 326 LPK/LPKS di NTB dari semua sektor yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di NTB. Dari jumlah tersebut, sebanyak 157 LPK telah terakredasi Nasional. Hal ini disebabkan karena Komite Akreditasi pemerintah daerah hanya diberikan jatah untuk memberikan akreditasi kepada 15 LPK setiap tahunnya.
“Padahal akreditasi lembaga itu sangat penting agar setiap kegiatan pelatihan yang dilangsungkan oleh LPK tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi dan benar-benar menghasilkan lulusan yang kompeten,” ujarnya
Selain LPK dan BLK, pemerintah juga mengembangkan BLK Komunitas yang dibangun oleh yayasan atau pesantren. Saat ini, terdapat 48 BLK Komunitas di NTB. Akreditasi BLK Komunitas dinilai dan dilaksanakan penuh oleh Kementerian atau lembaga akreditasi pusat.
Ia menegaskan pihaknya terus berupaya meningkatkan jumlah LPK yang terakreditasi. “Kami juga terus meningkatkan kerja sama dan pembinaan bursa kerja khusus (BKK) di SMK sehingga kompetensi lulusannya sesuai dengan kebutuhan jabatan di perusahaan,” katanya.
Menurutnya akreditasi dan sertifikasi profesi bukan hanya untuk mendapatkan pengakuan, tetapi juga memastikan bahwa lembaga tersebut benar-benar mampu memberikan pelatihan yang relevan dan berkualitas. Sehingga lulusan dari lembaga pelatihan kerja dan lembaga pendidikan vokasi tersebut memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Ia menjelaskan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) adalah lembaga yang bertanggung jawab dalam memberikan sertifikasi kepada individu yang telah memenuhi standar kompetensi tertentu di bidang tertentu. LSP memiliki tiga tingkat sertifikasi, yaitu P1, P2, dan P3, yang masing-masing memiliki perbedaan signifikan. LSP P1 bertujuan untuk menguji kemampuan dasar, LSP P2 untuk menguji kemampuan menengah, dan LSP P3 untuk menguji kemampuan tingkat lanjutan.
LSP P1 atau LSP P2 berfungsi sebagai lembaga yang memastikan kompetensi dengan menyediakan pendidikan vokasi atau pekerjaan berdasarkan kualifikasi atau keahlian. Sementara itu, LSP P3 berfungsi sebagai lembaga yang memastikan kompetensi individu berdasarkan profesi atau keahlian seseorang tanpa diperlukan persyaratan kelulusan dari lembaga pendidikan tertentu.
“Banyak tenaga kerja kompeten dan berpengalaman di NTB, namun tidak dibekali lisensi atau sertifikasi. Ini kelemahan kita yang harus diperbaiki. Karena saat ini dan ke depan, sertifikat kompetensi profesi akan menjadi modal utama untuk bisa bersaing memasuki dunia kerja, khususnya untuk menduduki jabatan-jabatan strategis di perusahaan,” ungkap Aryadi.
Karena itu, tahun lalu Aryadi mengungkapkan bahwa Disnakertrans telah mengusulkan pembentukan LSP P3 di NTB karena selama ini LSP P3 belum ada di NTB dan sudah dihubungkan dengan BNSP. Yang bisa membentuk LSP P3 ini adalah asosiasi perusahaan, bukan pemerintah.
Disnakertrans juga telah mendorong pelaksanaan sertifikasi dengan pola stimulus. Tahun lalu, Disnakertrans memberikan dana stimulus kepada asosiasi HRD NTB untuk melakukan sertifikasi kompetensi P3 bagi para HRD. Sebanyak 48 HRD mengikuti bimtek tersebut dan telah lulus.
Aryadi juga mengimbau bahwa idealnya pelatihan kerja harus melibatkan instruktur profesional dari DuDi. Siswa tidak hanya diberi pelatihan sesuai dengan permintaan industri, tetapi juga langsung praktek di dunia industri, sehingga ketika selesai pelatihan bisa langsung terserap di dunia industri. Jika tidak terserap, mereka akan diberikan bimbingan manajemen usaha dan bantuan peralatan agar bisa menjadi wirausaha.
“BLK dan LPK memiliki peran penting dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja di NTB. Mereka harus terus berinovasi dalam menciptakan program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja,” ujarnya.
Aryadi juga mengingatkan bahwa partisipasi dunia usaha sangat penting dalam mendukung program pelatihan vokasi. Selain Perpres Nomor 68, ada juga Perpres Nomor 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan. Perpres ini mewajibkan pemberi kerja atau perusahaan untuk memberikan informasi pekerjaan melalui satu sistem kepada pemerintah. Laporan tersebut harus memuat identitas pemberi kerja; nama, jabatan, dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan; masa berlaku lowongan kerja; serta informasi jabatan dan lainnya.
Menurutnya, dunia usaha harus aktif berpartisipasi dalam memberikan pelatihan dan kesempatan magang bagi siswa SMK dan peserta pelatihan di BLK dan LPK. Ia juga menekankan pentingnya dunia usaha dalam memberikan input terkait kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan di industri.
“DuDi juga harus memberikan input terkait kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan di industri. Input ini akan membantu lembaga pendidikan dan pelatihan dalam menciptakan program yang lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja,” jelas Aryadi.
Lebih lanjut, Aryadi mengungkapkan bahwa Disnakertrans Provinsi NTB telah mengajukan proposal ke Kemnaker RI untuk mengadakan job fair besar yang melibatkan BKK dan perusahaan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Dengan menghadirkan perusahaan dan BKK, diharapkan siswa SMK yang akan lulus dan alumninya yang belum bekerja bisa mendapatkan informasi terkait dunia kerja, peluang kerja dalam dan luar negeri, serta peluang wirausaha.
Selain itu, Aryadi juga menyebutkan bahwa salah satu langkah pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran adalah dengan mengadakan program pemagangan di perusahaan, di mana instrukturnya didatangkan langsung dari perusahaan itu sendiri. Setelah pemagangan selama lima bulan, perusahaan harus menyerap setidaknya 80% dari peserta pemagangan.
“Peserta pemagangan akan langsung terlibat dalam produktivitas dan kegiatan di industri, didampingi oleh mentor dan pembimbing, untuk menyiapkan mental dan keterampilan kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri,” jelas Aryadi.
Program pemagangan ini memadukan pelatihan dengan bekerja secara langsung, sehingga peserta pemagangan dapat memperoleh keterampilan baru sekaligus berkesempatan untuk mengasah keterampilan tersebut.
“Untuk memecahkan masalah link and match itulah pemerintah gencar melakukan pemagangan. Melalui pemagangan terpadu ini, pemagangan akan sistematis, di mana peserta melakukan magang dengan jabatan tertentu, mendapatkan insentif tertentu, dan akan mendapatkan sertifikat setelah selesai menjalani program,” papar Aryadi.
Ada juga pola magang mandiri yang dilakukan langsung oleh perusahaan. Perusahaan yang meminta calon pekerja dan yang merekrut adalah perusahaan itu sendiri. Program magang merupakan wahana paling cepat dan efektif untuk menghasilkan tenaga kerja yang kompeten sesuai jabatan yang dibutuhkan perusahaan. Karena itu, Aryadi mengajak dan mendorong perusahaan untuk melaksanakan program pemagangan secara mandiri, sehingga lebih banyak angkatan kerja yang bisa terserap.
Terakhir, Aryadi menyatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB akan terus melakukan evaluasi terhadap program-program pelatihan dan pemagangan yang telah berjalan. Ia juga menyampaikan harapannya agar semua pihak dapat bersinergi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi di NTB.
“Kami berharap kerjasama ini dapat berjalan dengan baik sehingga kita dapat menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan siap bersaing di pasar kerja. Mari kita bersama-sama membangun NTB yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan vokasi yang berkualitas,” tutup Aryadi.