Kapabilitas & Integritas mumpuni, kunci sukses Pengawas Ketenagakerjaan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penilaian Indeks Kinerja Lembaga Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 yang bertempat di Hotel Puri Saron Senggigi pada Selasa (30/07/2024).
FGD ini dihadiri oleh 31 peserta yang terdiri dari Pejabat Fungsional Pengawas Ketenagakerjaan serta pejabat dari berbagai bidang di lingkup Disnakertrans NTB. Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Direktorat Bina Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan yang memberikan pemaparan mendalam mengenai strategi dan metode efektif dalam meningkatkan kinerja pengawasan ketenagakerjaan di NTB.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., dalam sambutan pembukaannya menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya dalam rangka pelaksanaan Program Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Tahun 2024.
“Pengawasan ketenagakerjaan yang efektif dan efisien hanya dapat dicapai jika para pengawasnya memiliki kapabilitas dan integritas yang mumpuni. Ketika pengawas mampu menjalankan tugasnya dengan baik, maka secara otomatis kinerja lembaga akan meningkat,” ujarnya.
Aryadi menekankan bahwa Disnakertrans akan mencapai indikator kinerja yang baik jika target kinerja yang ditetapkan dalam Rencana Kerja (Renja) dapat terpenuhi.
“Indikator kinerja utama Disnaker adalah bagaimana menanggulangi pengangguran, meningkatkan penyerapan angkatan kerja, pendapatan daerah, serta mengurangi kasus perselisihan hubungan industrial,” ungkap Aryadi.
Terkait pengangguran dan penyerapan angkatan kerja, Aryadi menjelaskan bahwa berdasarkan data BPS Tahun 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTB per Februari Tahun 2024 sebesar 3,30% dengan jumlah angkatan kerja pada Februari 2024 sebanyak 3,03 juta orang. Meski mengalami peningkatan angkatan kerja sebanyak 163,34 ribu orang dibanding Februari 2023, namun justru TPT Februari 2024 turun 0,42% poin dibandingkan dengan Februari 2023. Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga mengalami peningkatan, mencapai 52% pada semester pertama tahun 2024.
“Pada semester pertama tahun 2024, kita telah mencapai banyak hal. Meski begitu kita tidak boleh berpuas diri. Karena itu, penting bagi kita untuk terus meningkatkan kinerja sebagai pengawas,” imbau Aryadi.
Terkait kasus perselisihan hubungan industrial, Aryadi menyoroti pentingnya pengawasan dalam mengurangi kasus-kasus Hubungan Industrial (HI). “Pengawasan saat ini tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga pada pendampingan dan fungsi-fungsi preventif. Ini termasuk pencegahan dan edukasi untuk mengurangi kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural,” jelasnya.
Menurut Aryadi tugas pengawas juga mencakup menjadi saksi ahli di persidangan kasus mafia Pekerja Migran Indonesia (PMI). Harapannya, NTB yang sebelumnya dikenal sebagai gudang masalah PMI akan berubah dengan langkah-langkah yang terukur, termasuk menyiapkan pengawas menjadi saksi ahli di persidangan.
“Selama tiga tahun terakhir, kasus PMI non prosedural mengalami penurunan. Disnakertrans NTB dan Polda NTB sudah menangani 67 tersangka yang diduga terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), termasuk P3MI, LPKS, dan perorangan,” ungkapnya.
Tindakan tegas dan hukuman yang dijatuhkan telah menimbulkan efek jera kepada para oknum nakal dan membuka mata masyarakat. Aryadi mengungkapkan saat ini banyak masyarakat sudah mulai aktif bertanya ke Disnakertrans jika ingin ke luar negeri.
“Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah vonis 8 tahun penjara dan denda 300 juta kepada Direktur Cabang PT. PSM karena penyalahgunaan job order dan izin rekrut. Kasus ini perlu disosialisasikan agar perusahaan lain dapat mengambil pelajaran,” tegas Aryadi.
Aryadi berharap ke depannya para pejabat pengawas ketenakerjaan mampu menurunkan jumlah sesuai program zero unprosedural PMI asal NTB.”Pengawas perlu banyak belajar tentang hukum agar jangan sampai kejahatan pidana penempatan non prosedural atau TPPO bisa lolos atau hanya dikenakan tindak pidana ringan. Kita harus memberikan efek jera pada pelaku,” tegasnya.
Lebih lanjut mantan Irbansus pada inspektorat Provinsi NTB ini juga menekankan pentingnya perencanaan yang matang dalam pengawasan ketenagakerjaan. Menurutnya, dalam penilaian Indeks Kinerja Pengawasan, semua yang dilakukan harus dapat diukur. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemetaan modus mulai dari identifikasi kecendrungan kasus ketenagakerjaan, hingga teknis fungsi pengawasan dan evaluasi.
“Seringkali karena jumlah pengawas yang terbatas membuat tidak semua perusahaan dapat diawasi. Solusinya kita harus menyusun perencanaan pengawasan dengan baik. Pengawas harus bisa memetakan kecenderungan kasus yang ada di NTB. Dari sekian perusahaan, apa dan dimana kecenderungan kasus yang paling menonjol. Sehingga meski jumlah pengawas yang terbatas, kita bisa mengoptimalkan fungsi pengawasan,” himbaunya.
Terakhir Aryadi berharap FGD ini dapat meningkatkan kompetensi dan efektivitas pengawas sehingga pengawasan yang dilakukan dapat lebih tajam dan tepat sasaran.
“Tujuan akhirnya pengawas ketenagakerjaan adalah menciptakan lingkungan kerja yang aman, adil, dan produktif bagi masyarakat NTB, untuk memastikan setiap tenaga kerja mendapatkan perlindungan yang layak dan kesempatan yang adil, sehingga dapat berkontribusi secara optimal dalam pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” tutup Aryadi.