Norma 100 untuk menguji integritas & kepatuhan terhadap Norma Ketenagakerjaan.

Dalam rangka memperluas layanan ketenagakerjaan bagi perusahaan dan peningkatan pelindungan ketenagakerjaan bagi pekerja/buruh, Kementerian Ketenagakerjaan telah meluncurkan Fitur Norma100 pada tanggal 27 Juni 2023 sebagai sarana pemeriksaan norma ketenagakerjaan secara mandiri (Self Assessment) oleh perusahaan terhadap kepatuhan terhadap norma ketenagakerjaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan menyelenggarakan Kegiatan Bimbingan Teknis Penggunaan Self Assessment Tools Norma100 bagi Pengawas Ketenagakerjaan yang dilaksanakan selama 3 hari di Sheraton Senggigi, Senin-Rabu (6-9/11/2023).
Bimtek ini dihadiri oleh seluruh pengawas ketenagakerjaan di Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan dan perwakilan dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan, Direktorat Bina Kelembagaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Direktorat Bina Pengujian Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Direktorat Bina Pengawas Ketenagakerjaan dan Penguji Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kegiatan ini merupakan suatu rangkaian panjang dari upaya mensosialisasikan dan memfinalisasikan Uji Norma100 yang merupakan inovasi layanan pengawasan ketenagakerjaan sebagai wujud reformasi pengawasan ketenagakerjaan yang diperkenalkan dari Juli 2022 agar Uji Norma100 ini dapat segera diaplikasikan secara penuh, utuh, dan sustainable di tahun 2024.
Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna, S.H., M.Hum dalam sambutan pembukaannya mengungkapkan sebelum diluncurkan pada bulan Juni lalu, norma100 telah diujicobakan di 6 perusahaan smelter terkemuka di Indonesia, ILO dan KADIN Indonesia pada tahun 2022.
Yuli menyampaikan latar belakang lahirnya Norma100 adalah ingin memberikan layanan pengawasan ketenagakerjaan yang mudah, murah dan menjangkau lebih banyak perusahaan. Apalagi jumlah pengawas ketenagakerjaan sangat terbatas, jumlahnya hanya 1.500-an di seluruh Indonesia dibandingkan jumlah perusahaan yang mencapai puluhan juta.
“Kami tidak mungkin mengawasi, mendatangi satu per satu secara konvensional. Jadi perlu dibuat inovasi untuk pemeriksaan secara mandiri,” jelasnya.
Yuli juga menyorot tentang perlunya peningkatan standar K3 di perusahaan, terutama perusahaan dengan investor asal Asia. Investor yang berasal dari Eropa standar K3nya sangat tinggi, sementara investor yang berasal dari China perlu pendampingan dan pembinaan K3nya.
“Kita harus bantu agar mereka patuh pada regulasi. Kejadian di Morowali menjadi acuan bagi para pengawas K3 sekaligus menjadi pengingat bahwa biaya menjelaskan ke publik, membangun trust, itu sangat mahal,dan bisa lebih mahal dari biaya perawatan,” ucapnya.
Pada prinsipnya, dengan Uji Norma100 setiap perusahaan yang diwakili oleh pihak pengusaha dan perwakilan pekerja melakukan pengisian kepatuhan secara mandiri dengan menjawab Daftar Periksa yang memuat 100 pertanyaan untuk selanjutnya diverifikasi oleh Pengawas Ketenagakerjaan.
Hasil pengisian Norma100 ini akan dituangkan dalam Laporan Hasil Verifikasi (LHV) sehingga akan menunjukkan skor tingkat kepatuhan perusahaan terhadap pemenuhan norma ketenagakerjaan, dengan kategori skor 91-100 yang artinya tingkat kepatuhan tinggi (HIJAU), skor 71-90 tingkat kepatuhan sedang (KUNING), dan skor di bawah 70 tingkat kepatuhan rendah (MERAH).
“Jika ada keganjilan pada hasil norma100, maka sudah menjadi kewajiban pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan pembinaan. Karena sejatinya pengawasan dilakukan bukan untuk mencari kesalahan, tetapi memperbaiki kesalahan,” pungkasnya.
Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H dalam sambutannya mengapresiasi para pengawas ketenagakerjaan yang hadir pada Bimtek tersebut. Menurutnya sangat penting bagi pengawas ketenagakerjaan untuk benar-benar memahami bagaimana proses kerja dan penggunaan Norma100 yang merupakan assessment tool pengawas ketenagakerjaan itu sendiri.
Aryadi mengungkapkan bahwa sistem uji norma100 yang dirancang untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepatuhan terhadap norma ketenagakerjaan ini akan sangat membantu pemerintah daerah khususnya di NTB karena banyak proyek strategis nasional yang sedang dibangun di NTB.
Salah satunya di Pulau Sumbawa terdapat pembangunan smelter dengan melibatkan perusahaan pertambangan besar, yaitu PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT.AMNT) yang melibatkan 5 perusahaan aliansi dan 600 perusahaan subkon, serta PT. Sumbawa Timur Mining (STM) dengan 24 perusahaan subkon.
“Adanya pembangunan smelter tambang di Kab. Sumbawa Barat yang melibatkan banyak perusahaan aliansi dan subkon tentu mengharuskan pemerintah untuk memperketat pengawasan. Sayangnya jumlah pengawas ketenagakerjaan di NTB yang sangat sedikit menjadi keterbatasan dalam melakukan pengawasan secara holistik terhadap seluruh perusahaan aliansi dan subkon tersebut,” tutur Aryadi.
Karena itu, hadirnya Uji Norma100 ini diharapkan dapat memaksimalkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut agar proses pembinaan dapat berjalan maksimal meski jumlah pengawas sangat terbatas.
“Dengan Uji Norma100 ini, perusahaan dapat menilai tingkat kepatuhan dirinya sendiri terhadap pemenuhan norma ketenagakerjaan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pelaku usaha dalam upaya mewujudkan tempat kerja yang layak dan berkeadilan,” ujar Aryadi.
Uji Norma100 ini sekaligus juga dapat menilai integritas perusahaan itu karena pengisiannya selain dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, juga dilakukan oleh pekerja atau serikat pekerja, sehingga nantinya bisa terjadi cross check tentang kebenaran data yang diisi.
“Ke depan penting untuk diberikan suatu reward atau insentif bagi perusahaan yang benar-benar patuh atau kategori HIJAU dalam penerapan norma-norma ketenagakerjaan termasuk K3. Sedangkan yang tidak patuh (Merah) dijadikan prioritas utama dalam pembinaan dan pengawasan,” imbaunya Aryadi.
Ia juga mengusulkan objek Uji Norma 100 ini dapat diterapkan pada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Apalagi NTB merupakan Provinsi pengirim tenaga kerja ke 4 terbesar se-Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan data BP2MI Tahun 2022, sejak 2007 hingga 30 Juni 2022, 537.497 ribu warga NTB menjadi PMI di luar negeri. Angka tersebut merupakan 16,62 persen dari jumlah angkatan kerja NTB sebanyak 2.739.900 orang.
“Banyaknya kasus penempatan PMI non prosedural sebagian dipengaruhi oleh masih kuatnya mind set lama dari implementasi regulasi sebelumnya,”ujar Aryadi.
Pihaknya kini melalui Satgas PPMI bersama Satgas TPPO Polda NTB sedang gencar melakukan pencegahan dan penindakan terhadap kasus Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO). Sekarang ada 33 kasus yang sedang ditangani. Modus TPPO paling banyak, yaitu para calo/tekong mengiming-imingi CPMI tempat kerja, pekerjaan dan gaji yang bagus tanpa perlu pengurusan dokumen. Sementara kebanyakan pendidikan CPMI dibawah lulusan SD, sehingga rentan sekali tergiur dan tertipu para calo.
Karena itu, Aryadi berharap Norma100 ini dapat diaplikasikan ke perusahaan-perusahaan P3MI dan perusahaan investor untuk melihat integritas dan tingkat integritas dan kepatuhannya.
“Jumlahnya pengawas ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya di NTB sangat terbatas. Meski terbatas, pengawas ketenagakerjaan perlu memiliki kapasitas mumpuni. Karena itu, saya harap pengawas ketenagakerjaan memanfaatkan kegiatan ini untuk meningkatkan kapasitas diri,” pungkas Aryadi