NTB usulkan Revisi kebijakan Pemerintah terkait Perlindungan PMI ke Timwas DPR.
Sekretaris Daerah NTB H. Lalu Gita Ariadi diwakili oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H menyambut baik kunjungan kerja Tim Pengawas DPR RI Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ( TIMWAS PPMI) di Gedung Sangkareang Kantor Gubernur, Selasa (23/07/2024).
Kunjungan Kerja 8 orang Timwas PPMI DPR RI tersebut dimaksudkan untuk memperoleh informasi terbaru terkait dengan penempatan maupun pelindungan PMI, mengetahui implementasi UU PPMI, serta upaya pelindungan terhadap PMI yang telah dilakukan oleh provinsi NTB. Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai instansi terkait yaitu, Disnakertrans Provinsi NTB, Dinas Dukcapil Provinsi NTB, Dinsos Provinsi NTB, Dinkes Provinsi NTB, BP3MI NTB, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Provinsi NTB, Balai Latihan Kerja (BLK) Provinsi NTB, dan LTSA Provinsi NTB.
Dalam sambutan penerimaannya, Kadisnakertrans Provinsi NTB menjelaskan bahwa meskipun NTB merupakan provinsi yang tidak sebesar Provinsi lainnya, namun daerah ini adalah pengirim PMI terbanyak keempat di seluruh Indonesia.
“Berdasarkan data 15 tahun terakhir, jumlah penempatan PMI NTB di luar negeri mencapai 589.023 orang yang tersebar di 108 negara penempatan,” ujar Aryadi.
Selama pandemi COVID-19, banyak negara penempatan tidak menerima PMI. Namun, pada tahun 2021, terdapat 800 penempatan, dan jumlah tersebut meningkat menjadi 7.500 pada tahun 2022.
Aryadi melanjutkan, pada tahun 2023, pengiriman PMI sudah berjalan normal dengan sekitar 27.700 penempatan di 18 negara. Negara tujuan paling favorit antara lain Malaysia, Taiwan, Hongkong, dan Jepang.
“Sebagai lumbung PMI, tentu saja banyak permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, sejak tahun 2021, Pemprov NTB meluncurkan Program Zero Unprosedural PMI,” tambahnya.
Program Zero Unprosedural PMI merupakan upaya untuk meminimalisir kasus PMI dan memberantas mafia PMI. Pemprov NTB bekerja sama dengan BP3MI NTB dan berbagai stakeholder terkait untuk mencapai tujuan ini.
Banyak kasus PMI non prosedural yang ditangani Disnakertrans NTB berawal dari tidak sesuainya informasi yang disampaikan ke masyarakat. Sebagai contoh, Aryadi mengungkapkan bahwa Direktur Cabang PT. PSM telah divonis 8 tahun penjara dan didenda Rp300 juta karena penyalahgunaan job order dan izin rekrut, yang menimbulkan banyak korban di masyarakat.
“Ini pertama kalinya dalam sejarah Disnaker menjadi saksi ahli di persidangan yang menindak perusahaan dan perorangan sebagai tindak pidana berat. Kasus ini perlu disosialisasikan agar perusahaan lain dapat mengambil pelajaran,” tegas Aryadi.
Oleh karena untuk meningkatkan perlindungan PMI, Disnakertrans NTB lebih giat melakukan edukasi, diseminasi, dan sosialisasi tentang permasalahan CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) sejak tahun 2021.
“Saya tak bosan-bosannya mengingatkan masyarakat untuk jangan mau direkrut oleh PL atau calo dan mengingatkan perusahaan agar tidak melakukan rekrutmen tanpa izin dan job order,” tegas Aryadi.
Aryadi mengungkapkan bahwa kolaborasi daerah dan pusat serta antar instansi dan masyarakat sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah PMI. Kebijakan yang telah dilakukan Disnakertrans NTB antara lain mewajibkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) memiliki kantor cabang di NTB agar bisa dilacak dan dipantau oleh dinas setempat.
Lebih lanjut sebagai upaya meningkatkan perlindungan PMI, Disnakertrans NTB mengajukan beberapa usulan penting. Pertama, agar dana pelatihan dapat dilimpahkan ke daerah untuk dikelola sebagai dana dekonsentrasi. Selanjutnya, Disnakertrans NTB menekankan pentingnya transisi dari UU No. 39 Tahun 2004 ke UU No. 18 Tahun 2017, dengan mewajibkan P3MI menyiapkan petugas antar kerja yang bersertifikasi.
Selain itu, Aryadi juga menyoroti perlunya kewenangan pemerintah Provinsi dalam penerbitan ID CPMI melalui sistem SiapKerja.com. Hal ini diharapkan dapat mempermudah CPMI lintas kabupaten/kota sehingga tidak perlu ke Disnakertrans asal.
Disnakertrans NTB juga mengusulkan agar pemerintah desa disiapkan anggaran perlindungan CPMI yang bersumber dari pusat atau Kementerian Desa, terutama untuk pos pelayanan pemberangkatan CPMI, pemulangan PMI, dan penyebaran informasi peluang kerja PMI.
Sebagai bagian dari penegakan hukum, Aryadi menekankan bahwa kasus-kasus TPPO harus ditangani dengan serius, dan sanksi yang lebih berat perlu diterapkan sesuai UU No. 18 Tahun 2017. Disnakertrans NTB juga berupaya membuka akses ke P3MI mengenai job order penempatan dan menginformasikannya ke desa, serta mengingatkan kepala desa agar tidak asal memberikan surat rekomendasi. Ia menegaskan bahwa kolaborasi antar instansi dan masyarakat sangat penting dalam menyelesaikan masalah PMI.
“Kami akan terus berusaha meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan semua pihak terkait demi kesejahteraan PMI kita,” ucap Aryadi.
Selain program pelindungan terhadap PMI, sejak tahun 2021, Disnakertrans NTB juga mengintensifkan program pemberdayaan PMI purna dan keluarganya melalui inovasi Pepadu Plus. Program ini melibatkan penguatan skill atau manajemen produktivitas wirausaha untuk para Tenaga Kerja Mandiri (TKM), sehingga mereka dapat mengembangkan usaha ekonomi produktif sesuai dengan potensi yang tersedia di desa.
“Selama ini, banyak PMI yang bekerja ke luar negeri menggunakan gajinya untuk hal-hal konsumtif. Ketika kembali ke kampung halaman, mereka sering kesulitan finansial karena tidak lagi memiliki pekerjaan dan penghasilan. Oleh karena itu, kami bersama BP3MI NTB berupaya membantu mereka membangun usaha secara legal, memberikan akses pasar dan permodalan, serta pendampingan yang berkelanjutan,” tutur Aryadi.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia dan PT. Pos Indonesia, remitansi PMI selama Januari 2024 mencapai Rp15,1 miliar dari Bank Indonesia dan Rp7,1 miliar dari PT. Pos Indonesia. Asal dana remitansi paling banyak dari negara Saudi Arabia sebesar Rp5,9 miliar, disusul Uni Emirate Arab Rp3,7 miliar, Malaysia Rp852 juta, Qatar Rp353 juta, dan puluhan negara lainnya dengan angka bervariasi.
“Setiap hari, para PMI asal NTB mengirim dana remitansi ke kampung halaman melalui beragam instrumen keuangan. Pada Januari 2024 saja, dana remitansi yang masuk ke NTB sebesar Rp22,3 miliar. Jadi PMI ini benar-benar pahlawan devisa yang harus kita lindungi,” tutup Aryadi.
Dalam sesi penyampaian aspirasi, Kabid Bina Penta dan PKK, Moh. Ikhwan mengungkapkan pelaksanaan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI (UU PPMI) di NTB sudah berjalan namun masih terbatas. Karena pada UU tersebut memuat berbagai ketentuan yang berkaitan dengan penyiapan tenaga PMI yang dimana penyiapan ini erat kaitannya dengan BLK.
“UU ini mengatur berbagai ketentuan terkait penyiapan tenaga PMI yang sangat erat kaitannya dengan Balai Latihan Kerja (BLK). Namun, kondisi anggaran NTB yang terbatas membuat penyiapan tenaga PMI ini baru sedikit yang bisa dilatih,” jelasnya.
Oleh karena itu, Disnakertrans NTB mengusulkan agar pemerintah daerah diberikan anggaran khusus untuk pelatihan vokasi bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).
“Beberapa kebijakan Pemprov NTB yang mendukung penempatan dan Perlindungan PMI antara lain Peraturan Gubernur NTB Nomor 104 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pendirian Kantor Cabang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia di NTB, MoU dengan Bupati/Walikota se-NTB terkait Zero Unprosedural, serta penguatan kompetensi CPMI dan edukasi masif melalui program inovasi Pepadu Plus,” paparnya.
Ikhwan menjelaskan bahwa dengan adanya Peraturan Gubernur NTB Nomor 104 Tahun 2022, Pemprov NTB lebih mudah melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap proses penempatan yang dilakukan oleh kantor cabang P3MI.
“Pergub ini juga memudahkan untuk melakukan pendataan dan pelindungan kepada CPMI yang akan melakukan pelatihan di luar wilayah NTB melalui Surat Pengantar Pemberangkatan Pelatihan yang dikeluarkan oleh Disnakertrans NTB,” ujarnya.
Terkait pemulangan PMI dari negara tujuan penempatan, Ikhwan mengungkapkan bahwa Disnakertrans NTB, masih menghadapi beberapa kendala. “Saat ini belum tersedianya anggaran untuk membuat pos pelayanan pemberangkatan CPMI dan pemulangan PMI di bandara. Selain itu, belum ada anggaran untuk penyebarluasan informasi peluang kerja dan sarana pemulangan PMI,” jelasnya.
Karena itu Disnakertrans NTB mengajukan beberapa usulan revisi terhadap UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI. Pertama, ia menyoroti bahwa pertanggungjawaban pidana yang dibebankan kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) belum maksimal, karena hanya berupa sanksi administratif berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan PMI.
Ikhwan mengusulkan agar sanksi bagi P3MI diperketat, dengan ketentuan bahwa apabila jaminan deposito P3MI tidak mencukupi, maka aset perusahaan harus disita hingga mencukupi nilai kerugian CPMI/PMI.
“Kami juga mengusulkan agar sanksi pidana ditambahkan kepada P3MI supaya P3MI tidak dapat mengalihkan CPMI yang sudah direkrut ke P3MI lain yang tidak memiliki SIP2MI dengan jabatan yang sama,” tambahnya.
Ikhwan juga meminta agar sektor jabatan informal dan perkebunan tidak perlu membutuhkan sertifikat BNSP. Persyaratan administrasi CPMI harus disesuaikan dengan regulasi yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan PMI dan Peraturan BP2MI Nomor 7 Tahun 2022 tentang Proses Sebelum Bekerja bagi CPMI.
Berbagai usulan dan kebijakan tersebut, Disnakertrans NTB berharap dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan PMI, serta memastikan bahwa seluruh proses penempatan dan pemulangan PMI dapat berjalan dengan lebih baik dan aman.
Sementara itu, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi NTB, Noerman Adiguna, S.E, M.BA, menyampaikan laporan terbaru mengenai penempatan pekerja migran Indonesia periode Januari hingga Juni 2024. Berdasarkan data statistik BP3MI, terjadi penurunan penempatan sebanyak 7,75% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor informal mendominasi dengan 55,96% dari total jumlah penempatan pada Juni 2024.
Meskipun terdapat penurunan jumlah penempatan, BP3MI NTB saat ini fokus menangani darurat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penempatan ilegal.
“BP3MI konsisten melakukan praktek perang semesta melawan sindikat. Negara sedang darurat menghadapi sindikat yang mengorbankan saudari-saudari kita, para Pekerja Migran Indonesia. Yang rata-rata mereka adalah kaum perempuan,” tegas Noerman Adiguna.
Persoalan TPPO yang menimpa PMI merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Oleh karena itu, BP3MI NTB mengajak seluruh pihak untuk meningkatkan sinergi dalam memerangi TPPO.
BP3MI NTB juga berperan aktif dalam memfasilitasi pemulangan PMI yang menjadi korban TPPO serta memberikan dukungan psikososial untuk membantu mereka pulih dari trauma. “Kami berkomitmen untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi PMI, mulai dari sebelum keberangkatan, selama bekerja di luar negeri, hingga saat kembali ke tanah air,” ujarnya.
Kepala Balai Latihan Kerja Dalam dan Luar Negeri (BLKDLN) Provinsi NTB, Niniek Rahayu menjelaskan secara singkat bahwa sesuai dengan tupoksi daerah, BLK melatih 3 kejuruan untuk CPMI, yaitu kejuruan las, kejuruan menjahit jok mobil dan kejuruan konstruksi bangunan. Dimana masing-masing kejuruan berjumlah 16 orang.
Niniek mengungkapkan bahwa untuk kejuruan bangunan, BLKDLN bekerjasama dengan SMK yang memiliki instruktur konstruksi bangunan. Semua dana pelatihan ini berasal dari BPVP Lombok Timur.
“Tahun 2024 ini kami juga berupaya bekerja sama dengan P3MI untuk mengadakan pelatihan sesuai job order yang ada yaitu untuk kejuruan konstruksi bangunan tujuan Taiwan. Namun sayangnya ini belum terealisasi,” tutup Niniek.