Pencegahan PMI Non Prosedural Harus dimulai dari Desa & Dusun

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos.MH mengajak para Kepala Desa dan kepala Dusun bersama para tokoh masyarakat dan pemangku amanah di desa menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada warga desa yang ingin menjadi pekerja Migran (PMI) diluar negeri.
“Bapak-bapak para Kadeslah yang paling mengetahui kondisi warganya, yang akan keluar negeri. Maka kalau ada warga yang berangkat keluar negeri, mohon dipastikan agar sesuai prosedur,” pinta Aryadi saat menjadi narasumber pada Acara Peningkatan Kapasitas Aparatur dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang menghadirkan para Kepala Desa dan Dusun di Hotel Lombok Astoria, Kamis (23/9/2021).
Mantan Kadiskominfotik Prov. NTB itu mengungkapkan bahwa kebanyakan dari PMI yang berangkat secara illegal menghadapi resiko yang menyedihkan.
“Baru baru ini ada 49 orang PMI kita yang dideportasi dari negara penempatan karena berangkat secara ilegal. Kemudian sejak Januari hingga September 2021 sudah dipulangkan 18.729 PMI dan 7.582 orang diantaranya adalah PMI unprosedural, serta 67 orang dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia,” ungkapnya.
Mencegah terulangnya kisah pilu yang menimpa PMI kita dimasa datang, ujar Aryadi maka Gubernur Dr. Zul dan Wakil Gubernur, Umi Rohmi pada tahun 2020 lalu telah menandatangi MOU bersama para Bupati/Walikota se-NTB tentang Program Zero Unprosedural PMI. Program ini merupakan wujud kasih sayang pemerintah, sekaligus komitmen untuk melayani dan memastikan bahwa setiap warga yang akan berangkat ke luar negeri hatus sesuai prosedur, terangnya.
Menurut mantan Irbansus pada inspektorat Provinsi NTB iti, upaya Pencegahan PMI Non Prosedural harus dimulai dari hulu yaitu dari desa dan dusun. Para Kades, Kadus, Babinsa, babinkamtibmas, para kader posyandu keluarga dan para Toga-toma harus bisa mengedukasi dan memberikan layanan akses informasi yang lengkap tentang busa kerja luar negeri. Juga memiliki informasi yang lengkap tentang P3MI yang memiliki ijin perekrutan, negara penempatan serta job order yang tersedia, berikut persyaratan serta prosedur yang dipenuhi bila ingin menjadi PMI.
Di setiap desa harus dibentuk pusat informasi resmi tentang PMI dan juga dibentuk satgas PMI desa, dengan memanfaatkan posyandu keluarga sebagai media edukasi yang efektif.
Aryadi Kemudian menceritakan jika dirinya kini sedang menangani sejumlah kasus PMI bermasalah, seperti kasus PMI melarikan diri dari majikan sebelum masa kontrak berakhir. Salah satunya PMI asal lombok timur, dimana pada 2 tahun lalu mereka berangkat secara non prosedural menuju Abudabi dengan menggunakan paspor melancong dan status dalam paspornya adalah pengusaha.
Padahal tujuannya bukan wisata tapi ingin bekerja. Awalnya calo atau agency menjanjikan penempatan di Abudabi, tapi nyatanya dimereka kemudian dikirim ke syria. Kemudian di negara tersebut dibuatkan visa kerja dan ijin tinggal, sehingga bisa memiliki kontrak kerja dengan majikan, ungkapnya.
Iapun mengaku sudah video call dengan konjen RI di Damaskus untuk menyelesaikan kasus itu. Tetapi sangat sulit untuk bisa “Harusnya ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Tidak boleh ada lagi kasus seperti ini,” pungkasnya.
Direktur Bina Penempatan dan Pelindungan PMI Ditjen. Bina Penta dan PKK Kemnaker RI Rendra Setiawan menyampaikan kegiatan ini sangat strategis, karena berdasarkan statistik selama 5 tahun terakhir, Prov. NTB selalu masuk 5 besar pengiriman PMI di seluruh Indonesia. PMI yang bekerja di luar negeri tersebar hingga 200 negara di seluruh dunia. Tata kelola pengiriman PMI harus dimulai dari desa. “Kami fokus di Jawa Timur, NTB dan NTT. Apalagi PMI dari NTT terbanyak masuk kedalam TPPO bahkan menjadi kejaran interpol,” ujar Rendra.
Informasi terkait pasar kerja di luar negeri sangat penting dan dimulai dari desa. Jangan menyebarkan informasi yang setengah-setengah. Dahulu swasta memiliki peranan penting dalam upaya menyebarkan informasi terkait pasar kerja ke luar negeri. “Saat ini kami lebih melibatkan peran pemerintah desa, kabupaten/kota bahkan provinsi dalam tata kelola pemberangkatan CPMI,” jelasnya.
Lebih lanjut, Rendra menyampaikan pemerintah pusat dalam hal ini Kemnaker RI sangat mengapresiasi kebijakan NTB yang ingin mencapai Zero Unprocedural. “Hal ini menunjukkan pemerintah NTB sangat memperhatikan nasib masyarakatnya,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pelindungan PMI M. Ridho Amrullah dalam laporannya menjelaskan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kinerja dan pemahaman pelayanan, serta pelindungan PMI oleh aparatur pemerintah daerah di kabupaten/kota dan desa. Kegiatan ini dihadiri oleh 50 orang yang terdiri dari fungsional penata kerja dan aparatur pemerintah daerah, baik aparatur pemerintah kecamatan dan desa asal PMI. (Tim_disnakertrans)