Pengiriman TKI ke Timur Tengah Dibuka Lagi

Mataram – Moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia atau pekerja migran ke luar negeri ke Timur Tengah, khususnya Arab Saudi telah dibuka per 1 Oktober. Namun skema pengiriman TKI dilakukan berbeda dengan sebelum-sebelumnya.
Pengiriman TKI tidak bisa lagi dilakukan sembarangan oleh Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Tapi dilakukan satu pintu, bekerjasama dengan salah satu perusahaan di Arab Saudi.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTB, Dr. M. Agus Patria, SH, MH melalui Kepala Bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja, Abdul Hadi, MM. Lampu hijau pengiriman TKI setelah terbitnya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 291 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal.
Pemerintah RI telah memberlakukan moratorium pengiriman buruh migran pada di negara-negara timur tengah sejak tahun 2015 berdasarkan Kepmen nomor 260 tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Penggunaan Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah.
Negara Kerajaan Arab Saudi telah melakukan perbaikan kebijakan dan program jaminan sosial ketenagakerjaan dalam rangka peningkatan perlindungan tenaga kerja asing. Seperti dijelaskan Abdul Hadi, sistem penempatan satu kanal merupakan sistem penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia yang terintegrasi dengan Kerajaan Arab Saudi, dimulai dari informasi, pendaftaran dan seleksi, penempatan dan pemulangan yang berada di bawah kendali pemerintah RI.
Sistem penempatan satu kanal dilaksanakan melalui hubungan kerja antara pekerja migran Indonesia dengan agensi penempatan di Kerajaan Arab Saudi (syarikah). Penempatan pekerja migran Indonesia untuk jabatan housekeeper, babysitter, family cook, elderly caretaker, family driver, dan shild care worker dilakukan secara bertahap sejak diluncurkannya Sistem Penempatan Satu Kanal dan disesuaikan dengan ketersediaan dan permintaan pekerja migran Indonesia untuk Riyadh, Jeddah, Madinah dan wilayah timur (Dammam, Dahran, dan Khobar). Dan tidak membebankan biaya dalam bentuk apapun kepada pekerja migran Indonesia.
“Syarikah ini seperti perusahaan outsourching. Dia yang menjembatani pihak yang membutuhkan tenaga kerja dan pihak yang menyediakan tenaga kerja. Tanggung jawab sepenuhnya di syarikah kalau terjadi apapun dengan buruh migran kita,” kata Abdul Hadi.
Selama ini moratorium pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi persoalan tenaga kerja di luar negeri. Nyatanya, pekerja migran yang berangkat dengan cara-cara yang tidak direkomendasikan oleh pemerintah (ilegal) justru tetap ada. Sebab selain penghasilan, salah satu yang diminati ke Timur Tengah adalah bekerja sambil beribadah (haji dan umrah).
Sampai akhirnya diputuskan dibuka kembali oleh pemerintah, dengan skema yang berbeda.Pemerintah bekerjasama dengan Asosiasi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) yang berhubungan langsung dengan syarikah di Kerajaan Arab Saudi.
Ada 55 PPTKIS di Indonesia yang menjadi mitra kerjasama syarikah. 10 diantaranya berkantor cabang di NTB. Diantaranya, PT. Alroyyan Cahaya Mandiri, PT. Amal Ichwan Arindo, PT. Binhasn Maju Sejahtera, PT. Harco Selaras Sentosa Jaya, PT. Inti Jaffarindo, PT. Millenium Muda Makmur, PT. Panca Banyu Ajisakti, PT. Qafco, PT. Sarco, dan PT. Timuraya Jaya Lestari.
“Di Timur Tengah juga tak bisa lagi sembarangan nerima orang bekerja. Harus menerima melalui syarikah. Karena syarikah ini juga yang akan menerbitkan visa,” demikian Abdul Hadi.
sumber : Suara NTB