Perusahaan konstruksi wajib daftarkan proyek & pekerjanya program JKK & JKM
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H., membuka kegiatan Sosialisasi Mitigasi Risiko dan Pengendalian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa serta Perlindungan Sosial Ketenagakerjaan untuk Pekerja Sektor Jasa Konstruksi yang dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan di hotel Grand Madani, Selasa (24/09/2024).
Acara ini diikuti para pejabat pembuat Komitmen ( PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dari seluruh OPD se -NTB.
Dalam sambutan pembukaannya sekaligus menjadi key note speaker pada Bintek tersebut, Aryadi menyampaikan apresiasi atas terlaksananya kegiatan yang dinilai sangat strategis ini.
Menurutnya, Sektor konstruksi merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan infrastruktur dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi NTB.
Mengutif data dari BPS tahun 2024, ia menyebut jumlah angkatan kerja di NTB mencapai 3,01 juta jiwa, 32,76% dari angkatan kerja bekerja di sektor pertanian, disusul oleh sektor perladangan 20, 55%, industri pengolahan 9,21%, akomodasi dan konsumsi 7,36%, dan konstruksi 6,83% atau sebanyak 35ribu orang. Menurutnya peran sektor konstruksi dalam penyerapan angkatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi NTB dari tahun ke tahun terus menunjukkan trend peningkatan.
Terlebih NTB telah ditetapkan sebagai salah satu destinasi super prioritas nasional serta memiliki potensi dan daya tarik investasi yang cukup besar.
Dengan predikat tersebut, kata mantan irbansus inspektorat NTB ini, maka sejumlah proyek strategis nasional, khususnya dibidang konstruksi, cukup banyak dilaksanakan di NTB.
Aryadi mengungkapkan proyek-proyek strategis tersebut membawa tantangan dalam mitigasi risiko. Karena pengerjaan proyek konstruksi termasuk sektor yang memiliki resiko cukup tinggi.
Karena itu, ia berharap seluruh PPK dan KPA memiliki pengetahuan dan memahami strategi mitigasi resiko.
Salah satunya adalah penerapan norma keselamatan serta kesehatan kerja (K3) pada keseluruhan tahapan mulai dari perencanaan hingga pemanfaatannya. Termasuk kewajiban memberikan jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerjanya
“Risiko kecelakaan kerja di sektor konstruksi cukup tinggi. Oleh karena itu, norma keselamatan dan kesehatan kerja harus dipatuhi dengan ketat oleh semua pihak, baik pemerintah, penyedia jasa, maupun pekerja,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa penerapan standar K3 di proyek-proyek konstruksi harus sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Sistem Manajemen K3.
“Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ini harus diperhatikan dalam proses kontraktual pengadaan dan perencanaan pada kegiatan pembangunan,” ujar Aryadi.
Aryadi menjelaskan norma K3 mencakup berbagai aspek seperti sanitasi, peralatan, SDM, beban kerja, dan proses produksi, harus diterapkan secara ketat untuk mencegah penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
Selanjutnya, ada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/Men/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan Kerja dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja yang menekankan pentingnya peran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di setiap proyek untuk memastikan kegiatan pelaksanaan kegiatan konstruksi benar-benar menerapkan norma K3 tersebut dan memastikan pekerja menggunakan APD lengkap saat memasuki atau bekerja di area konstruksi. Ini penting untuk menjamin dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.
“P2K3 harus berfungsi optimal. Jangan sampai terjadi pelanggaran seperti pekerja bekerja tanpa alat pelindung diri. Ini berbahaya dan berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja yang tidak diinginkan,” imbuhnya.
Selain keselamatan kerja, Aryadi menekankan pentingnya jaminan perlindungan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja konstruksi. Ia menjelaskan bahwa semua proyek yang dibiayai APBN dan APBD wajib memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada pekerjanya, termasuk jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).
“Ini adalah tanggung jawab kita untuk melindungi hak-hak pekerja. Regulasi sudah jelas, termasuk Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri PUPR No. 20 Tahun 2018,” ujar Aryadi.
Sesuai Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Sektor Jasa Konstruksi, sejalan dengan Peraturan LKPP Peraturan Lembaga Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia wajib mendaftarkan jaminan sosial di BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mencegah kemiskinan ekstrem.
“Perusahaan konstruksi wajib mendaftarkan proyek dan pekerja pada program JKK dan JKM pada BPJS ketengaakerjaan, sehingga ketika ada kecelakaan kerja, resiko itu bisa kita antisipasi lebih awal. Sehingga ke depan semua Pejabat Pengelola Keuangan masing-masing OPD pemilik proyek untuk lebih memperhatikan tentang kewajiban kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pada seluruh pelaksanaan proyek yang melibatkan tenaga kerja,” paparnya.
Terkait sistem pengadaan barang dan jasa, Aryadi mengungkapkan bawah sebenarnya kita sudah memiliki layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
“Sistem ini dibangun sejak saya menjabat sebagai Kepala Bagian di tahun 2012. LPSE ini memberikan kemudahan dan transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa, meminimalisir peluang terjadinya kesalahan dan penyimpangan,” ungkap Aryadi.
Meski begitu, dalam implementasinya hadir berbagai tantangan sehingga mungkin masih belum optimal. Oleh karena itu perlu memastikan bahwa sistem ini benar-benar digunakan sebagaimana mestinya agar setiap proses pengadaan tercatat dan terdokumentasi dengan baik sehingga membantu kita untuk terhindar dari potensi masalah hukum.
Sebagai penutup, Aryadi berharap agar kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan terhadap norma-norma keselamatan kerja.
“Mari kita jalankan amanah ini dengan penuh integritas untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, produktif, dan sejahtera,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Provinsi NTB, Bobby Foriawan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa jaminan sosial bagi tenaga kerja di sektor konstruksi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan.
“Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi sudah mengatur jelas kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan pekerja sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Boby mengungkapkan, saat ini masih terdapat proyek kasa konstruksi yang memberikan perlindungan tenaga kerja bukan di BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan sesuai Peraturan LKPP No. 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia disebutkan bahwa : penyedia wajib menyediakan perlindungan bagi tenaga kerja konstruksinya, minimal berupa BPJS Ketenagakerjaan.
Bobby juga menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan selalu berupaya memastikan perusahaan-perusahaan konstruksi di NTB memenuhi kewajiban ini. Ia menjelaskan penerimaan iuran jasa konstruksi Januari – Agustus 2024 sebesar 738,4juta dengan jumlah proyek aktif sebanyak 395 proyek. Klaim segmen jasa konstruksi s.d Agustus 2024 sebagai berikut : klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak 34 kasus dengan nominal klaim 949,5 juta, klaim Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 1 kasus dengan nominal klaim 42 juta.
Selama periode 2018 hingga 2020, tercatat 57 kasus kecelakaan kerja di sektor konstruksi yang ditangani BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini menjadi bukti pentingnya penerapan jaminan sosial di proyek-proyek konstruksi.
Berdasarkan data perencanaan pekerjaan konstruksi pemerintah Provinsi NTB tahun 2024 terdapat proyek aktif sebanyak 3.965 proyek. Indeks kepatuhan dalam penerapan jaminan sosial di sektor konstruksi mencapai 80 persen, namun masih perlu ditingkatkan, terutama dalam penggunaan sistem elektronik untuk pencatatan kontrak dan pengadaan barang dan jasa. Oleh karena itu Ia berharap agar perusahaan dan pemerintah dapat terus berkolaborasi untuk memastikan perlindungan sosial yang memadai bagi pekerja konstruksi.
“Dengan jaminan sosial yang kuat, kita bisa menjaga kesejahteraan tenaga kerja di Provinsi NTB,” tutup Bobby.