Rakor Ketenakerjaan NTB bahas berbagai Isu dan Strategi Penanganannya.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB menggelar Rapat Koordinasi pembangunan Ketenagakerjaan bersama Kab/Kota dan stakeholder terkait, termasuk dunia industri se-Provinsi NTB Tahun 2024 dengan tema Evaluasi Kegiatan Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian dalam rangka Penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi NTB Tahun 2025 di Aula Kantor Disnakertrans NTB, Kamis (07/11/2024).
Rakor ini dihadiri oleh Kadisnaker Kab/Kota se-NTB, Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Lombok Timur, Balai Latihan Kerja Dalam dan Luar Negeri (BLKDLN), BP3MI Mataram, Himpunan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta Seluruh Indonesia (HILLSI) NTB, Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan (FKJP) NTB, Human Resources Management Association (HRMA), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dan Kepala Bidang dan Kepala Seksi se-Disnakertrans NTB. Dengan narasumber dari Bappeda NTB dan BPS NTB.
Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H dalam Rakor tersebut menekankan pentingnya penguatan perencanaan, sinergi dan kolaborasi serta penetapan strategi sebagai dasar bagi pencapaian keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan. Menurutnya Pembangunan ketenagakerjaan merupakan sektor strategis karena berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan secara holistik dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi perusahaan, lembaga pendidikan, dan lembaga pelatihan kerja, baik dari pemerintah maupun swasta.
“Efektivitas program hanya tercapai jika didukung data akurat dan pemetaan yang baik tentang kebutuhan tenaga kerja dan sektor potensial. Tanpa data valid, sulit mencapai target,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS Agustus 2024, jumlah angkatan kerja di NTB mencapai 3,19 juta orang, naik 216,34 ribu dibandingkan Agustus tahun lalu, dengan peningkatan lapangan kerja tertinggi terjadi di sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTB menunjukkan tren menurun selama 3 tahun terakhir dari 3,01% pada 2021, 2,89% pada 2022, 2,80% pada 2023, hingga 2,73% pada Agustus 2024. Penurunan ini menempatkan NTB pada posisi keempat terbaik nasional dalam penyerapan tenaga kerja.
“Melalui data ini, kita bisa mengukur efektivitas program-program kita laksanakan selama ini, termasuk program inovasi PePadu Plus. Namun salah satu aspek yang belum maksimal kita lakukan, diantaranya adalah Disnaker Kabupaten/Kota belum menyusun rencana Tenaga Kerja Daerah ( RTKD) sebagaimana diatur pada Undang-undang No.13 Tahun 2003 pasal 7 ayat (3) ,” ujar Aryadi.
Padahal menurut Aryadi RTKD menjadi rujukan dalam penyusunan program dan strategi yang dibutuhkan sehingga kinerja pembangunan ketenagakerjaan tepat sasaran dan bisa membuka kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan pekerja sekaligus mengatasi pengangguran.
“RTKD harus disusun bersama dengan stakeholder terkait, seperti lembaga pelatihan dan asosiasi industri sehingga terjadi link and match. Saya minta Disnakertrans Kabupaten/kota mulai membentuk Tim Koordinasi Daerah Revitalisasi Pedidikan Vokasi dan pelatihan vokasi bersama dunia usaha dan industri sebagai diatur dalam Perpres 68 tahun 2022 yang merupakan penguatan serta perluasan implementasi dari inovasi PePaDu Plus Provinsi NTB,” tegasnya.
Inovasi ini merupakan strategi kita membangun sinergi atau kokaborasi untuk menekan angka pengangguran dengan meningkatkan kompetensi tenaga kerja, akses informasi dan perluasan kesempatan kerja serta peningkatan penyerapan angkatan kerja ke dunia usaha. Harapannya bisa
menjembatani kebutuhan tenaga kerja dengan standar industri yang dibutuhkan oleh sektor-sektor usaha di NTB.
Aryadi berharap Pemerintah Kabupaten/kota bisa mendukung dengan mengidentifikasi sektor-sektor prioritas di wilayah masing-masing, sehingga program ini lebih terarah dan tepat guna.
“Dengan dana yang terbatas, pelatihan harus efektif dan memberikan hasil nyata. Jika tidak diikuti dengan penyerapan tenaga kerja, pelatihan tersebut akan sia-sia dan justru berpotensi menambah angka pengangguran,” tegas Aryadi.
Dalam rakor tersebut juga dibahas berbagai isu kenegakerjaan terkini. Diantara isu PHK, Penepatan UMP tahun 2025, Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Penempatan PMI Non Prosedural dan isu-isu lainnya.
Terjait isu PHK, Aryadi mengahak semua pihak untuk bersama-sama melakukan deteksi dini dan membangun komunikasi yang intens sehingga langkah-langkah preventif bisa dilakukan.
Terkait dengan upah minimum, Data yang akan menjadi acuan dalam penetapan upah, lanjut Aryadi, adalah data-data yang disediakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tim dari BPS diundang dalam rapat ini untuk mempresentasikan data ketenagakerjaan dan ekonomi terbaru sebagai dasar dalam menentukan kebijakan upah.
“Dalam menetapkan UMP, Pemerintah akan mendengarkan aspirasi buruh sambil tetap memperhatikan kelangsungan perusahaan. Ini membutuhkan kearifan, komunikasi yang baik, serta kejelian dalam menghitung instrumen yang relevan,” tegas Aryadi.
Lebih lanjut, terkait pengawasan tenaga kerja asing (TKA), seluruh perizinan harus diajukan oleh perusahaan, bukan perorangan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Proses masuknya TKA harus melalui prosedur yang ketat, di mana perusahaan yang mempekerjakan mereka harus memiliki izin dan mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sesuai spesifikasi jabatan.
Terkait pengiriman PMI ke luar negeri, Kadisnakertrans Provinsi NTB menyoroti pentingnya pengawasan dan penegakan regulasi bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Aryadi menekankan bahwa untuk LPK harus memiliki izin khusus Sending Organization (SO) dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengirimkan tenaga kerja atau peserta magang ke negara penempatan.
Ia mengungkapkan bahwa selama dua tahun melakukan pengawasan terhadap LPK maupun P3MI, banyak kasus yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh oknum perusahaan, tapi juga oleh mitra-mitra yang kurang memahami atau mengabaikan prosedur yang ada.
“Harapannya, Disnaker Kab/Kota bisa lebih teliti dalam memberikan ijin. Jangan sampai masyarakat kita tertipu pada oknum-oknum tersebut,” tegasnya.
Di akhir paparannya, Aryadi menekankan pentingnya peran klinik pemeriksaan kesehatan dalam proses penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Ia menyinggung kasus-kasus di mana calon tenaga kerja dinyatakan sehat saat berangkat, namun kemudian dipulangkan karena kondisi kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Sementara itu Kepala Bappeda Prov. NTB yang diwakilkan oleh Kepala Bidang Pemerintahan & Pembangunan Manusia Huailid, S.Sos., M.Si mengapresiasi Disnakertrans atas TPT NTB Tahun 2024 yang menurun menjadi 2,73%.
“Penurunan tersebut menjadi acuan bagi kita, untuk membuat perencanaan program dan penganggaran ke depannya. Kita harus memastikan pelatihan menghasilkan lapangan kerja, bukan pengangguran,” katanya.
Terakhir Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB yang diwakili oleh M.Ikhsany Rusyda, S.ST, M.Si menyatakan bahwa ketenagakerjaan sangat dipengaruhi pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi pertumbuhan, semakin besar angkatan kerja.
Pada Agustus 2024, angkatan kerja di NTB mencapai 3,19 juta orang, meningkat 216,34 ribu dibanding Agustus 2023, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 77,23 persen, naik 3,92 persen poin. Penduduk yang bekerja berjumlah 3,11 juta orang, bertambah 212,57 ribu orang dari tahun sebelumnya. Sebanyak 29,49 persen dari total pekerja terlibat dalam pekerjaan formal, naik 1,79 persen poin, sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 2,73 persen.
Dari segi pendidikan, tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah masih dominan (41,49%), meski tenaga kerja berpendidikan rendah menurun dibanding Agustus 2023. TPT lulusan SMK turun signifikan dari 8,24% menjadi 4,73% dalam setahun.