Warga Transmigran Tak hanya diberi Lahan, Tapi juga Pendampingan Mental Rohaniah.
Globalisasi adalah kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan informasi. Globalisasi tidak bisa dicegah, termasuk di dalamnya peran media sosial yang memberikan dampak besar dalam membentuk pola pikir masyarakat “jaman now”. Globalisasi membuat dunia menjadi tanpa batas.
“Dampak negatif dari globalisasi adalah paham radikalisme dan terorisme. Dimana pemahaman tersebut masuk melalui media sosial yang tidak bisa dibendung,” ujar Plt. Dirjen. Pembangunan dan pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi RI Ir. Rajumber Prihatin, M.Si. saat membuka Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Mental Spiritual /Rohaniyah (Dai’yah) Kawasan Perkotaan Baru (KPB) dan Kawasan Transmigrasi Provinsi NTB di Hotel Jayakarta, Senin (27/6/2022).
Bimtek yang dilaksanakan mulai tanggal 27-30 Juni 2022 diikuti oleh 48 peserta, terdiri dari 11 warga binaan dan 1 pendamping KPB Tambora Kab. Bima, 11 warga binaan dan 1 pendamping dari KPB Labangka Kab. Sumbawa, 11 warga binaan dan 1 pendamping Talonang Baru Kab. Sumbawa Barat, dan 11 warga binaan dan 1 pendamping Desa Puncak Jeringo Kab. Lombok Timur. Fasilitator pusat pada Bimtek ini, diantaranya Ketua II Pimpinan Pusat Muslimat NU Hj. Nurhayati Said Aqil Siradj, Sekretaris VII PP Muslimat NU Hj. Fauziah M. Ashim dan Koordinator Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Hj. Hanik Rofiqoh.
Tentu peran strategis Dai’yah untuk bisa memberikan moral dan etika yang baik, membina kerukunan, serta toleransi dalam beribadah.
“Para Dai’yah bisa mengimplementasikan sekaligus membimbing ke generasi muda khususnya kaum milennial,” harapnya.
Kepada fasilitator dari pimpinan pusat diharapkan dapat pula memberikan materi dan model pembelajaran yang sifatnya kekinian, sehingga relevan dengan kondisi masyarakat saat ini di mana kehidupannya sangat bergantung dengan teknologi terutama gadget.
“Kondisi masyarakat saat ini tidak bisa lepas dari handphone yang membuat interaksi sosial menjadi terbatas,” ujarnya.
Kepada para Dai’yah bisa memberikan pencerahan bagi generasi muda, yaitu dengan memberikan konten yang menggugah generasi muda dan sesuai dengan etika moral dan agama masing-masing.
Kedepannya, Rajumber memaparkan akan ada Desa Berdikari yang bertujuan untuk mengingatkan kembali pada prinsip negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Desa Berdikari adalah rencana program menengah nasional Tahun 2020-2024 sesuai amanat Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang program transmigrasi yang cenderung pada percepatan revitalisasi 52 kawasan transmigrasi prioritas nasional dan 100 kawasan transmigrasi prioritas kementerian.
“Satuan permukiman transmigrasi idealnya 300-500 kartu keluarga, jika kurang dari itu, maka akan menginduk ke desa terdekat. Tentu kami berharap permukiman transmigrasi bisa menjadi desa mandiri,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. NTB I Gede Putu Aryadi, S.Sos, MH menyampaikan bimtek ini dapat dijadikan sebagai wadah berbagi ilmu antara dai’yah-dai’yah dari KPB dan Kawasan Transmigrasi.
Menurutnya, warga transmigran dalam menata kehidupan di Pemukiman baru dg lingkungan dan tantangan yg serba baru, tak hanya membutuhkan modal usaha berupa fasilitas pemukiman dan lahan usaha saja, melainkan juga memerlukan pendampingan mental spiritual.
Terlebih posisi Provinsi NTB tidak hanya mengirim transmigran, tetapi juga menjadi penempatan warga transmigran. Tentu peran Daiyah menjadi sangat strategis, karena dapat membawa kesejukan bagi para transmigran.
Pada kesempatan tersebut, Aryadi melaporkan perkembangan kawasan transmigrasi di NTB, yang jujur diakuinya disatu sisi sejumlah kawasan sudah berhasil berkembang maju menjadi desa mandiri dan Kawasan Terpadu Mandiri seperti Labangka Sumbawa
Namun dipihak lain, ia menyebut masih ada persoalan transmigrasi yang perlu mendapat penanganan secara konfrehensif.
“Sampai saat ini masih ada sejumlah warga transmigran yang belum mendapatkan hak sertifikat SHM lahan usaha mereka. Ini hal yang sensitif,” ujar Gede.
Tahun ini pemerintah telah mengalokasikan program sertifikat hak milik (SHM) untuk 2.400 bidang tanah bagi warga transmigrasi di NTB, baik di Pulau Sumbawa maupun Pulau Lombok. Salah satunya adalah kawasan transmigrasi Mekarsari di Kab. Loteng dan Kawasan Transmigrasi di Sori penihi Bima.
“Mudahan tahun ini kami dapat menyelesaikan permasalahan sertifikasi di kawasan transmigrasi tersebut,” harapnya.
Selain sertifikasi lahan, Aryadi juga menyinggung permasalahan lain, yaitu warga TIR Tambaksari KSB yang sejak 20 tahun lalu hingga saat ini belum mendapatkan hak lahan usaha.
“Kami mohon kepada Pak Dirjen untuk memberikan atensi khusus terkait penyelesaian persoalan ini agar tidak berlarut-larut. Dan kami kira disinilah negara harus hadir memberikan perlindungan bagi warganya,” ujar mantan Irbansus pada Inspektorat Prov. NTB ini.
Gede juga menyoroti persoalan transmigrasi yang terkadang muncul karena masalah mental warga yang belum siap beradaptasi dg lingkungan baru
Disinilah peran dai’yah agar para warga transmigran bisa beradaptasi, sesuai dengan prinsip “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Begitu pula dengan warga setempat, bisa menerima adanya warga transmigran pendatang, sehingga terwujud kehidupan yang harmonis dan penuh toleransi.
“Semoga kedepannya, kita bisa menyelesaikan permasalahan transmigrasi ini dengan win-win solution tanpa ada yang dirugikan, sehingga pada akhirnya bisa mewujudkan NTB Gemilang, Indonesia Maju,” harap mantan Kadis Kominfotik ini.