Disnakertrans NTB : Stop Rekrutmen dan Penempatan PMI Non Prosedural.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos.MH mengajak para Kepala Desa dan kepala Dusun bersama para tokoh masyarakat dan pemangku amanah di desa menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada warga desa yang ingin menjadi pekerja Migran (PMI) diluar negeri.
“Bapak-bapak para Kadeslah yang paling mengetahui kondisi warganya, yang akan keluar negeri. Maka kalau ada warga yang berangkat keluar negeri, mohon dipastikan agar sesuai prosedur. Mari kita stop rekrutmen oleh calo dan penempatan non prosedural,” pinta Gede saat membuka Kegiatan Desiminasi Pelindungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Aula Disnakertrans NTB, Rabu (14/6/2023).
Upaya Pencegahan PMI Non Prosedural harus dimulai dari hulu yaitu dari desa dan dusun. Para Kades, Kadus, Babinsa, Babinkamtibmas, para kader posyandu keluarga dan para ibu PKK harus bisa mengedukasi dan memberikan layanan akses informasi yang lengkap tentang bursa kerja luar negeri juga informasi yang lengkap tentang P3MI yang memiliki ijin perekrutan, negara penempatan serta job order yang tersedia, serta persyaratan dan prosedur yang dipenuhi bila ingin menjadi PMI.
Gede mengungkapkan bahwa berdasarkan data dari tahun 2017 sampai tahun 2022 ada 537.497 PMI NTB yang bekerja di 108 negara penempatan dengan berbagai sektor pekerjaan, 80% dari jumlah tersebut bekerja di sektor ladang di Malaysia. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022, angkatan kerja di Provinsi NTB sebanyak 2,87 juta orang. Artinya 18% dari angkatan kerja kita adalah PMI.
“Bekerja adalah hak setiap warga. Karena itu, pemerintah tidak pernah melarang masyarakat untuk bekerja ke luar negeri. Hanya saja, siapa pun yang ingin bekerja ke luar negeri menjadi PMI, wajib mengikuti prosedur yang ada. Dengan mengikuti prosedur, maka warga yang bekerja ke luar negeri akan terdata oleh pemerintah, sehingga akan mudah pemerintah memberikan pelindungan,” tegas Aryadi.
Aryadi menyatakan bahwa meski saat ini tren kasus PMI Non Prosedural jumlahnya menurun, namun masih banyak warga yang belum paham tentang informasi pasar kerja luar negeri, sehingga masih ada yang berangkat secara non prosedural. Oleh karena itu, Disnakertrans beserta stakeholders terkait perlu duduk bersama untuk mengidentifikasi penyebab PMI non prosedural agar dapat ditentukan solusi yang tepat.
Lebih lanjut, mantan Irbansus pada Inspektorat Prov. NTB ini memaparkan ada 5 penyebab warga menjadi PMI non prosedural. Pertama, warga yang menjadi PMI non prosedural kebanyakan adalah pekerja non skill yang pendidikannya adalah SMP ke bawah dengan pekerjaan yang dilirik adalah Asisten Rumah Tangga atau pekerjaan di sector domestik. Oleh karena itu, pemerintah gencar memberikan pelatihan gratis untuk meningkatkan skill dan kompetensi agar PMI memiliki value sehingga semakin diperhitungkan ketika bekerja ke luar negeri.
“Saat ini pemerintah juga memberikan perhatian lebih pada pengiriman tenaga kerja yang memiliki skill ke luar negeri seperti ke Jepang, Korea, Hongkong, Taiwan, dll,” ujar Aryadi
Kedua, Informasi dan pengetahuan masyarakat tentang prosedur kerja ke luar negeri masih sangat terbatas.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada kerjasama dengan berbagai pihak agar informasi yang benar bagaimana menjadi PMI prosedural bisa sampai ke warga kita. Bapak dan Ibu semua yang ada di sini harus ikut berperan mengedukasi warga kita demi kemaslahatan bersama,” ucap Aryadi.
Ketiga, warga seringkali terbuai dengan iming-iming para calo. Modus yang banyak ditemukan dilapangan adalah masyarakat direkrut oleh oknum yang mengatasnamakan diri sebagai PL (Petugas Lapangan) perusahaan atau LPK. Padahal Kantor Pusat P3MI itu tidak tahu ada rekrutmen.
“Oleh PL tersebut warga dijanjikan pekerjaan yang mudah di tempat yang enak dengan gaji besar, semua dokumen diurus oleh PL tersebut yang mana tentunya dokumennya ilegal atau palsu, bahkan warga tersebut diberikan uang fit/uang jalan agar lebih yakin untuk berangkat. Sampai di negara penempatan, karena gajinya sudah diambil mafia, jadi gajinya tidak dibayar oleh user, bahkan seringkali mereka dieksploitasi disuruh bekerja keras melebihi jam kerja, dilecehkan dan disiksa,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Aryadi mindset lama tentang perekrutan yang dilakukan oleh PL pada UU No. 39 Tahun 2004 harus dihapuskan karena sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, istilah PL tidak ada lagi.
“Sekarang proses rekrutmen harus melibatkan pemerintah Desa dan Disnaker kab/kota setempat. Sehingga dapat dipastikan warga yang berangkat betul-betul memenuhi syarat,” kata Aryadi.
Keempat, ada juga yang modusnya berangkat secara prosedural tapi ketika masa kontrak habis, mereka memperpanjang secara non prosedural.
Kelima, meski awalnya berangkat secara prosedural, tapi di negara penempatan PMI itu kabur dari perusahaannya sehingga menjadi ilegal. Sayangnya meski sudah tahu ada resiko seperti itu, warga seringkali abai dan tetap termakan buaian janji calo. Padahal apa yang dilakukan calo ini sudah termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Jika sudah bermasalah di negara penempatan, baru mengeluh di sosmed dan melapor kepada pemerintah minta dipulangkan. Padahal ketika berangkat sama sekali tidak ada melapor kepada kami,” geram Aryadi.
Hal ini tentu menjadi perhatian dan urgensi bersama untuk dapat melakukan berbagai upaya dan strategi pencegahan dan penanganan TPPO. Oleh karena itu, sesuai perintah Presiden RI, pemerintah melakukan tindakan preventif yang dimulai sejak dari hulu, yaitu di tingkat desa.
Beberapa langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk melakukan pencegahan yaitu: Satu, membuka informasi dan memberikan edukasi seluas-luasnya yang dilakukan secara terus menerus. Dua, memberdayakan keluarga PMI. Tiga, Pemberdayaan PMI, Empat, memberdayakan desa desmigratif.
“Jika semua sudah maksimal, maka langkah terakhir adalah penegakan hukum agar jangan ada lagi yang berangkat secara prosedural. Jangan ada lagi yang merekrut. Jangan lagi ada lembaga Pelatihan yang merekrut,” tutup Aryadi.
Sementara itu, Sub Koordinator Bidang Pelindungan PMI, Dit. Bina Suhanda S.Sos, mengatakan landasan utama untuk melindungi para CPMI/PMI adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Persoalan kita adalah begitu cepatnya para CPMI ketipu karena berawal di iming-imingin gaji besar dan diberikan uang dimuka sebelum berangkat.
“Kegiatan Diseminasi Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ini merupakan bentuk nyata dari komitmen kita bersama sebagai upaya memperbaiki sistem pelayanan dan pelindungan PMI,” ujar Suhanda.
Ia mengungkapkan tindakan preventif di hulu yakni pada proses sebelum penempatan merupakan bagian terpenting yang harus dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kasus di hilir. Sebelum bekerja ke luar negeri peserta wajib menyelidiki terlebih dahulu kevalidan informasi mulai dari akses informasi kesempatan kerja, resmi tidaknya perusahaan penyalur, kompetensi/skill yang diperlukan, pemahaman terhadap hak dan kewajiban, kontrak kerja/perjanjian, syarat-syarat kerja, termasuk etos kerja dan lain-lain.
Berikut ini langkah menjadi PMI yang Prosedural yaitu mencari informasi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di Disnakertrans Kabupaten/Kota, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), Loka Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (LP3TKI), Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) dan di website : https://jobsinfo.bp2mi.go.id/ (Sistem Informasi Pasar Kerja Luar Negeri / Pendaftaran Pencaker Online)
Kemudian ikuti penyuluhan oleh petugas P3MI bersama Disnaker Kabupaten/Kota, BP3TKI, LP3TKI, P4TKI. Setelah itu, mendaftar di Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Ikut proses seleksi yang dilakukan oleh P3MI dan Disnaker Kabupaten/Kota. Jika telah lulus seleksi baru dapat menandatangani perjanjian penempatan dengan P3MI yang disahkan oleh Disnaker Kabupaten/Kota.
“Pastikan dokumen lengkap dan pahami isi sebelum menandatangani perjanjian kerja yang telah mendapat persetujuan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)/Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dan khusus Taiwan dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI),” jelas Suhanda.
Terakhir, wajib mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dari BP3TKI, LP3TKI, P4TKI. Setelah itu CPMI akan terdaftar di dalam Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOKTKLN). SISKOKTKLN adalah Sistem pendataan bagi Calon Pekerja Migran Indonesia yang akan berangkat keluar negeri. (http://siskotkln.bnp2tki.go.id/)
Semua informasi mengenai PMI dari peraturan terkait PMI, alur menjadi PMI, P3MI, Satgas Pelindungan PMI, Lembaga Pelatihan, hingga Tata cara pengaduan dapat diakses melalui aplikasi Jendela PMI yang dapat diunduh di app store dan play store.
Dalam sesi diskusi, Ketua TP. PKK dari Pagesangan Barat, Hj. Nini memberikan saran agar pemerintah lebih memperhatikan edukasi manajemen finansial kepada para CPMI/PMI agar mereka dapat memanfaatkan gajinya dengan baik. Karena seringkali PMI yang awalnya bekerja untuk meningkatkan taraf hidup, ketika kembali ke kampung halaman dan tidak mempunyai skill manajemen finansial yang baik, hasil kerja keras selama di luar negeri hanya bertahan beberapa saat. Sehingga terpaksa mereka kembali lagi menjadi PMI.
Menanggapi hal ini, Suhanda menyampaikan bahwa untuk PMI prosedural sebelum keberangkatan, mereka akan diberikan edukasi dalam pengelolaan keuangan agar hasil kerja mereka dapat dimanfaatkan untuk usaha-usaha produktif.
Senada dengan Suhanda, Aryadi menjelaskan bahwa Pemprov NTB tahun lalu telah menganggarkan dana DBHCHT untuk pembinaan dan pemberdayaan PMI Purna. Tidak hanya PMI-nya, bahkan keluarga PMI juga dibina agar hasil kerja mereka di luar negeri dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang produktif sebagai modal usaha.
Salah satu contoh PMI Purna yang berhasil menjadi wirausaha mandiri adalah kelompok PMI Purna yang berasal Dusun Kumbi. Dusun Kumbi sendiri adalah salah satu Dusun kantong PMI di Desa Pakuan, Narmada. PMI purna yang berasal dari Dusun Kumbi merupakan PMI yang pernah bekerja di negara Malaysia, Brunei Darussalam dan Arab Saudi. Kelompok wirausaha mandiri ini mengolah potensi alam yang ada daerah tersebut. Seperti diketahui, Dusun Kumbi memiliki lahan pertanian yang subur sehingga menghasilkan kopi, pisang dan nangka dengan kualitas yang baik. Sejak tahun 2019, PMI purna laki-laki yang berjumlah 20 orang mengelola 20 hektar kebun kopi, kemudian melahirkan merk “Kopi Kumbi”, sedangkan PMI Purna perempuan mengolah pisang dan nangka untuk dijadikan keripik.
“Di sini hadir bersama kita, Kepala Dusun Kumbi Pak Saringgih yang dulunya pernah menjadi PMI tahun 2007-2008 dan sekarang mengelola lahan kopi seluas 20 Hektar. Tahun 2019 lalu beliau dengan kelompok usahanya melahirkan Kopi Kumbi. Pemprov NTB juga sudah memberikan bantuan dari pemerintah sarana usaha untuk mendukung usahanya,” ujar Aryadi mengapresiasi Saringgih.
Sementara itu, Kades Glogor meminta agar pemerintah mempertegas regulasi terkait zero cost keberangkatan PMI. Menurutnya saat ini baru satu P3MI yang benar-benar menerapkan regulasi zero cost.
“Perusahaan yang lain masih banyak yang menarik biaya dari CPMI. Meski pada perjanjian awal dibilang akan dikembalikan, tapi nyatanya banyak juga uang tidak dikembalikan,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut Aryadi menyebutkan bahwa saat ini regulasi zero cost hanya berlaku untuk sektor informal dan formal untuk perkebunan ke Malaysia dan sektor domestik ke Arab Saudi.