PP & PKB Harus Mampu menjawab kebutuhan industri di era globalisasi.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan meminimalisir potensi permasalahan ketenagakerjaan dalam penyusunan materi Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB memberikan dukungan penuh pada pelaksanaan Workshop Peningkatan Kualitas Layanan Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang digelar oleh Direktorat Hubungan Kerja dan Pengupahan, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI di Hotel Lombok Raya, Senin (28/10/2024).
Workshop dengan tema “Pemetaan Isu Aktual dalam Penyusunan Materi PP dan PKB, Menghilangkan Potensi Permasalahan Ketenagakerjaan” berlangsung selama 2 hari dari tanggal 28-29 Oktober dan diikuti oleh 36 peserta, terdiri dari unsur serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan, pimpinan perusahaan, petugas korektor PP dan PKB, mediator hubungan industrial, serta pejabat struktural yang menangani syarat kerja dan hubungan industrial di wilayah NTB.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dirjen PHI dan Jamsostek, Dra. Indah Anggoro Putri, M. Bus., diwakili oleh Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H. Dalam arahannya, Aryadi menyampaikan pentingnya sinergi antara pekerja dan perusahaan melalui keselarasan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama sebagai fondasi terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis, adil dan
berkelanjutan.
“Hubungan industrial yang baik dapat terwujud jika ada keselarasan antara regulasi yang dikeluarkan pemerintah dan peraturan internal perusahaan. Hal ini menjadi dasar utama untuk mencapai produktivitas perusahaan yang optimal,” ujar Aryadi.
Aryadi juga membahas dinamika industri yang terus berkembang, terutama dengan transformasi digital yang mengubah banyak hal, termasuk di sektor ketenagakerjaan. Dengan perkembangan ini, regulasi juga perlu mengikuti agar dapat memberikan solusi nyata atas masalah yang ada.
“Peraturan dibuat untuk bisa menjembatani dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi dengan tujuan untuk melindungi hak-hak para pihak terkait dan mencegah terjadinya pelanggaran,” tegas Aryadi.
Mantan Kadis Kominfotik Provinsi NTB tersebut menjelaskan bahwa undang-undang yang bersifat umum memerlukan peraturan pelaksanaan yang lebih rinci dalam bentuk peraturan pemerintah, atau lebih lanjut diatur dalam peraturan menteri. Bagi dunia kerja, hubungan industrial mengikuti dua jenis peraturan: peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah serta peraturan yang dibuat oleh perusahaan.
“Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) keduanya memiliki sifat otonom di dalam perusahaan. Namun, peraturan otonom ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Inilah sebabnya, kehadiran pemerintah dalam hal ini sangat penting untuk menyelaraskan aturan yang ada,” jelasnya.
Aryadi menekankan bahwa Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berperan penting dalam menjembatani kepentingan antara pekerja dan pemberi kerja, terutama di sektor yang sering menjadi sorotan internasional. PKB diharapkan tidak hanya memenuhi norma hukum, tetapi juga memberikan manfaat nyata yang memajukan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Di NTB, sektor ketenagakerjaan terus berkembang seiring dengan perkembangan sektor pariwisata dan investasi. Di pulau Lombok ada KEK Mandalika dengan sektor unggulan pariwisata, sementara di pulau Sumbawa, ada kawasan industri pertambangan. Salah satu perusahaan terbesar yaitu PT. AMNT saja memiliki 638 perusahaan sub-kontraktor.
“Nah ini yang harus kita rancang bagaimana membangun hubungan industrial yang harmonis. Karena bagaimana pun hadirnya berbagai investasi ini tentu selain membawa berkah juga akan menghadirkan tantangan, misalnya terkait isu tenaga kerja asing yang seringkali digoreng pihak luar untuk menyerang kita,” tuturnya.
Aryadi menjelaskan bahwa pengawasan ketat diperlukan agar tidak ada tenaga kerja asing yang bekerja tanpa izin atau di luar izin yang mereka miliki. Pemerintah daerah bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap pemberi kerja, bukan terhadap tenaga kerjanya langsung. Ini merupakan upaya untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan ketenagakerjaan di lapangan.
Selain itu, isu lingkungan yang turut diangkat oleh negara-negara maju untuk menekan negara-negara berkembang, termasuk dalam hal penggunaan sumber daya alam dan dampak produksi terhadap lingkungan juga menjadi tantangan. Untuk itu, diperlukan sinergi antara peraturan nasional dan peraturan internal perusahaan agar tercipta keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan kelestarian lingkungan.
“Karena itu penting bagi kita untuk membuat peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama yang memastikan bahwa kepentingan seluruh pihak dapat diakomodasi secara adil. Hal ini penting agar kita bisa menghadapi tantangan-tantangan yang ada, baik di tingkat nasional maupun global,” imbaunya.
Terakhir, Aryadi berharap melalui workshop ini, setiap pihak dapat memperoleh manfaat nyata, terutama dalam mendorong produktivitas perusahaan, kesejahteraan pekerja, serta peningkatan daya saing industri di NTB. Karena hanya dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, serikat pekerja, dan manajemen perusahaan, peraturan di tingkat perusahaan diharapkan dapat selaras dengan peraturan nasional, sekaligus menjawab kebutuhan industri di era globalisasi.
“Semoga kegiatan ini dapat memberikan dampak positif dalam membangun hubungan industrial yang lebih harmonis di NTB, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ketenagakerjaan,” tutup Aryadi.